Sabtu, 28 April 2012

Pulau Sejuta Impian (part 3)

Rabu, 25 April 2012 Kapal ekspress kami berangkat pukul setengah 11. Kami tidak ingin menyia-nyiakan sisa waktu kami. Pagi-pagi setelah sholat shubuh, kami pinjam motor kembali untuk berkeliling ke Lagon Lele, salah satu permukiman warga di pelosok Karimun Jawa. Setelah melalui beberapa tanjakan gunung, lalu turun ke bawah, akhirnya kami menemukan sebuah tempat yang sangat indah. Sebuah teluk dengan pasir putih disekelilingnya. Teluk itu sepi. Sangat sepi. Hanya 1 orang nelayan yang menampakkan dirinya, lalu ambil perahu, dan lalu pergi. Tinggallah aku dan Leo di sebuah pantai sepi yang sangat indah itu. Dipinggir-pinggirnya terdapat jajaran pohon bakau. Dibalik pohon bakau berdiri tegak pepohonan kelapa dan berbagai jenis pepohonan yang lain. Persis seperti pion dan buah catur lain di belakang pion. Kami bermain-main pasir yang ada disana. Mengumpulkan beberapa kerang dan bebatuan pantai. Sesekali terdengar riuh ombak kecil yang bersenandung menyambut pagi. Dan.....lagi-lagi kami disuguhi atraksi alam yang luar biasa. Di depan kami persis nampak matahari dengan gagahnya muncul dari balik lautan......SUNRISE.
Kalau petang kemarin kami dipertunjukkan dengan sunset, pagi ini kami melihat sunrise ala Karimun Jawa PERSIS di depan mata kami. Sinarnya perlahan-lahan masuk kedalam air menunjukkan isi laut dengan karang-karangnya yang sangat indah. Kueeerrreeeeennnnn!!!! Saatnya kami harus kembali. Kami tidak ingin ketinggalam kapal. Oya, kapal disana berangkat SELALU tepat waktu. Tidak ada telat. Jadi kami harus datang kesana dengan tepat waktu pula. Setelah berpamitan dengan semuanya: kakek, nenek, mas Kuntet, mas Biyan and crew, serta pemilik warung Sunda, kami pun bergegas menuju pelabuhan. Sedih rasanya meninggalkan pulau ini. Sambil menunggu pemberangkatan, kulayangkan pandanganku ke dasar lautan. Disana nampak ikan-ikan bergerumbul seolah-olah ingin menyaksikan pemberangkatanku. Aku merasa mereka berkata “sampai jumpa, saudara. Kuharap bisa bertemu kamu lagi disini”. Aku semakin sedih. Kata anak-anak kecil yang ada disana, tidak seperti biasanya, ikan ini berhenti disini berjumlah ribuan. Anak-anak kecil itu gembira menyaksikan gerombolan ikan, sambil memanggil kawan-kawannya yang lain, dan lalu memancingnya.
Aku semakin sedih melihat kawan-kawan baruku (ikan-ikan kecil itu) mengantarkanku sampai di pelabuhan. insyaAllah aku akan kesini lagi kawan. Bersama istri dan kawan-kawanku yang lain. 2 jam perjalanan kapal ekspress ini aku jalani dengan melamun. Melamunkan kesedihanku berpisah dengan pulau impian ini. Sekarang aku harus kembali ke dunia nyata. Tidak lagi bermimpi. Sesampainya di pelabuhan Kartini, kami langsung menyewa becak ke terminal bus. Dari teminal bus, kami naik bus arah Semarang turun di pertigaan Trengguli. Ongkosnya hanya 8 ribu. Dari sana, kami melanjutkan perjalanan kami ke Surabaya naik bus jurusan Semarang – Surabaya. Dibutuhkan waktu sekitar 10 jam perjalanan dari pertigaan Trengguli tersebut ke terminal Bungurasih di Surabaya. Sejuta kenanganku tak akan kulupakan bersama pulau yang kuberi nama: PULAU SEJUTA IMPIAN.

Label:

Pulau Sejuta Impian (part 2)

Selasa, 24 April 2012 Saatnya ke laut. Ya, pagi sekali setelah subuh aku sudah mandi. Tak ingin terlambat ke laut untuk menyaksikan apa yang ada didalamnya. Masih sangat pagi waktu itu, padahal kapal berangkat jam setengah 9 pagi. Rencananya kami akan bersama rombongan anak-anak mahasiswa cina dari Jakarta. Ngomongnya loh gue – loh gue. Tak ada sedikit pun logatnya yang medok. Hehehe. Jadi malu. Sambil menunggu setengah 9, kami pinjam motor pada kakek untuk jalan-jalan ke atas gunung di Karimun Jawa. Dari atas gunung, pantai-pantai itu luar biasa indahnya. Pulau-pulau pun berdiri megah diantara luasnya lautan. Sungguh indah. Di kanan kiriku terdapat banyak sekali pepohonan dengan akar-akar yang menjulang hingga ke atas. Tinggi. Aku tak tahu nama pohon-pohon itu. Bagiku baru pertama kali aku melihat pohon jenis itu. Namanya juga Taman Nasional, jadi didalamnya pasti terdapat pepohonan yang dilindungi. Banyak juga burung-burung yang tak kukenal. (ini dari tadi kok tidak kenal melulu. Jangan-jangan aku memang kuper dan gaptek, jadi tidak tahu apa-apa). Bentuknya unik. Warna-warnanya pun bermacam-macam. Ada yang kuning, biru, merah, dan hitam tentunya. Katanya memang tempat ini juga melindungi hewan-hewan seperti burung itu. Selain burung, juga monyet, aneka serangga, dll. Waktu mendekati pukul 8 pagi. Ayo ke dermaga.....! Setelah sarapan di warung sunda itu, kami segera ke dermaga. Disana kami bertemu dengan mas Kuntet. Berhubung mas Kuntet harus menjemput tamu dari Semarang, maka kami diserahkan ke mas Biyan. Dialah guide kami selama kami ada di laut. Mas Biyan perawakannya kurus. Potongan cepak. Orangnya ramah, meski medoknya masih sangat terasa. Hehehe. Tak lama kemudian datanglah 4 orang cina dari Jakarta yang diceritakan mas Kuntet kemarin. 2 orang cewek. 2 orang cowok. Sepertinya mereka mahasiswa kedokteran, setidaknya itu yang bisa kusimpulkan dari obrolan mereka sepanjang perjalanan. Kami memulai petualangan kami di pulau Menjangan Besar tepat didepan pulau Karimun Jawa. Disana kami melakukan kegiatan ekstrem......berenang bareng hiu. Oh God, gigit tidak ya? Ya, sensasi takut itu memang yang menyenangkan. Deg deg serrr. Sumpah, takut sekali. Sesekali si pawang melempar ikan mati didepan kami yang mengundang ikan-ikan hiu itu datang di depan kami. Tak elak kami menjerit ketakutan. Aku sendiri menggeret mas Biyan di depanku agar bisa melindungiku. Hahaha. Dan lalu....sesuatu menggigit betisku dari belakang. Arrrgggghhhh....aku pun teriak seketika. AKU DIGIGIT.....AKU DIGIGIT....AKU DIGIGIT....! Mas Biyan, sopir kapal, dan pawang hanya tertawa melihatku ketakutan. Dan tak lama kemudian si cewek cina itu juga menjerit. ARGGGHHHHH......AKU JUGA DIGIGIT. Seketika itu juga kami panik. Leo dan yang lainnya juga ikut panik. Tapi tidak dengan penduduk-penduduk lokal itu. Asem! Mereka bukannya menolong, tapi malah tertawa. Pelan-pelan kupegang kakiku. Kupastikan kakiku masih ada. Masih ada sih. Tapi salah satu orang cina itu bertanya ada yang berdarah ga? Hati-hati darah! Bisa mengundang hiu lain untuk datang. Sialan kami semakin panik. Didepan kami hiu-hiu berenang mengelilingi kami seolah-olah menghadang kami untuk tidak kabur ke atas. Kenapa? Kenapa harus kami? Kami tidak mengganggu kalian kan, hiu? Kami hanya mengajakmu narsis untuk bisa dipoto sama si pawang yang ada diatas kami. Kami tidak bersalah kan, hiu? Kalian tidak akan memakan kami kan? Sumpah daging kami tidak enak. Terakhir kali kami minum teh pahit, jadi rasa daging kami pasti pahit. Ayolah hiu, ijinkan kami untuk pergi. Itulah celotehan-celotehan kami sambil merasakan ketakutan yang tiada tara. Mas Biyan dan pawang masih tertawa. Lebih keras, malah. Tak hanya meneruskan tertawanya, mereka malah melempari kami lagi dengan ikan mati. Dan....tentunya semakin banyak hiu yang mengelilingi kami. Sontak jeritan kami semakin menjadi-jadi. Ketakutan kami itu menjadi objek yang menarik untuk di foto oleh mas Biyan dan kawan-kawannya. Sepertinya muka kami yang memelas membuat mas Biyan turun juga ke kolam hiu. Dia menjelaskan bahwa yang menggigit kami itu adalah ikan-ikan kecil yang ada didalam kolam juga. Dia menunjuk pada ikan-ikan kecil. Kami sedikit tenang sih, tapi hiu-hiu yang masih berkeliling didepan kami ini masih membuat kami ketakutan. Setelah puas difoto-foto bersama hiu, satu persatu kami naik ke permukaan. Melihat foto-foto kami, rasanya kepingin tertawa sendiri. Sensasi ketakutan itu tidak akan kami lupakan. Luar biasa.
Perjalanan kami lanjutkan ke pulau Menjangan Kecil. Butuh waktu sekitar 10 menit untuk sampai di pulau itu dengan menaiki kapal motor milik mas Biyan. Belum sampai pulau, kapal berhenti. Disana kami diwajibkan mengenakan pelampung, kaki katak dan snorkle. Wouw, ini pertama kalinya aku berenang di lautan. Jangankan kedalaman 3 meteran seperti tempat kami saat itu, kedalaman 2 meter di kolam renang saja, aku udah takut. But, it’s ok. Bukankah aku disana untuk merasakan petualangan-petualangan baru. Byur...untuk pertama kalinya aku ceburkan diri di tengah lautan seperti ini. Aku mengambang. Ya, pelampung ini bekerja dengan baik. Ku goyang-goyangkan kakiku. Wouw, ternyata gerakku menjadi lebih cepat ketika aku memakai kaki katak ini. Wehehehe. Asiik aku bisa berenang dilautan (tapi pakai pelampung. Hehehe). Mas Biyan memberikan instruksi pada kami untuk memasukkan kepala kami di dalam air. Mblub.. Wuouuuuuuww.......kehidupan bawah laut. Keren..... Ikan dimana-mana. Kecil besar. Bentuknya macam-macam. Warnanya pun beraneka macam. Ada biru, kuning, perak, emas, hijau, semuanya ada. Ini loh ikan-ikan yang kulihat di film “Finding Nemo”. Sumpah keren. Sopir kapal melempari kami. Kali ini tidak dengan ikan mati, tapi dengan roti yang sudah diremes-remes, lalu ditaburkan di depan kami. Lalu amazing, ikan-ikan kecil yang indah itu segera mengerubungi kami. Seru habis. Ada yang menggigiti kami dengan gigi ompongnya itu. Ada yang menyundul-nyundul. Semuanya berenangan didepan kami. Tepat didepan mata kami, PERSIS. Sesekali kami menangkapnya, lalu melepasnya kembali. Tak terhitung jumlah ikan yang ada disekeliling kami. Ratusan, mungkin juga ribuan. Wah tak disangka bisa sekeren ini. Mas Biyan memotret kegiatan kami bersama ikan-ikan lucu itu. Lupa sudah setumpukan tugas yang ada di meja kerjaku. Lupa juga aku kalau biasanya jam segitu aku sudah makan. Aku juga lupa kalau aku harus segera menyelesaikan proyek dari klien seminggu yang lalu. Saat ini aku ingin menikmati waktuku bersama makhluk Allah yang lain, di dunia yang lain – dunia air. Aku dan ikan-ikan itu seperti saudara yang lamaaaaaaaaaaaaa sekali tidak pernah bertemu, lalu melepaskan kerinduannya. Mas Biyan meminta kami melihat bawah laut lebih dalam lagi. Dan untuk kesekian kalinya, aku merasakan kagum yang luar biasa. Dibawahku tepat berjajar terumbu-terumbu karang yang cantik. Berwarna-warni. Beraneka macam bentuk. Ada yang seperti batu, ada yang seperti kipas, ada yang seperti koran yang digumpal, dll. Satu per satu ikan keluar masuk ke terumbu karang itu. Terumbu karang itu bergoyang-goyang mengikuti alur arus. Angin saat itu sangat sepoi sarat akan kedamaian yang akhirnya kedamaiannya itu menular meresap hingga kehatiku. Aku merasakan juga kedamaian dalam setiap gerakannya. Terumbu-terumbu karang yang beraneka macam itu seperti menyapaku dan mengatakan “hai kawan, lama tak jumpa, apa kabarmu?”. Subhanallah, aku selama ini hanya melihat terumbu karang di internet saja. Tidak pernah melihat langsung pakai mata sendiri. Dan sekarang, mereka didepanku. Dan kukatakan pada terumbu karang itu “hai juga, aku baik-baik saja. Kamu bagaimana kabar?”. Mereka seperti mengacungkan jempolnya padaku sambil tersenyum pertanda bahwa mereka baik-baik saja hingga sekarang. They are all amazing. Very amaze me. Kami puaskan diri kami untuk berfoto bersama karang-karang itu hingga akhirnya mas Biyan meneriaki kami untuk segera naik ke kapal. Kami akan segera menuju ke pulau Cemara Kecil untuk makan siang. Kapal pun berangkat. Warna air berubah menjadi hijau. Kapal kami berhenti disana. Lalu kami berjalan menuju pulau itu sekitar 100 meteran. Pulau kecil itu sangat indah. Pasirnya berwarna putih bersih dan halus. Pohon-pohon cemara tumbuh di pulau tak berpenghuni tersebut. Indah sekali. Pantai tempat kami berjalan itu tidak dalam. Hanya sebatas lutut. Tapi dari atas, kami bisa melihat keindahan isi airnya. Ada bintang laut, ada kerang, ada ubur-ubur, dan berbagai jenis ikan lainnya. Kami sempat berfoto-foto disana. Mas Biyan dan krunya hendak membakar ikan sebagai makan siang kami. Wah, pasti lezat. Sementara mereka memasak, kami berfoto-foto di pepasiran yang ada disana. Dari Pulau Cemara Kecil, pulau Karimun Jawa terlihat seperti bebukitan. Dibawah kami lautan nan hijau dengan pasir putih. Ditambah lagi cahaya matahari yang bersinar terang saat itu, membuat spot foto kami menjadi begitu sempurna. Kami berasa foto dengan beground yang sudah diolah sedetail mungkin melalui Photoshop yang telah diatur brightness, level, contrast, dan saturasi-nya. Kami beraksi dengan berbagai macam gaya. Kadang kami menaikkan tangan kami diatas. Kadang kami mengacungkan jempol, kadang kami bergaya ala anak alay, kadang kami bergaya ala power ranger, dan tak lupa....kami foto melompat.
Ya, itu semua adalah ungkapan isi hati kami yang begitu bahagia berada di pulau yang sangat indah itu. Kami ingin melepaskan semua kekaguman kami itu lewat ekspresi kami. (lagi-lagi) mas Biyan meneriaki kami. Memanggil untuk makan siang. Ini dia yang ditunggu-tunggu. Saatnya makan siang...............! Menu kami adalah ikan kakatua hijau yang dibakar bersama dengan kulit kelapa. Aromanya sungguh merangsang semua sarafku untuk memakannya. Ikan bakar itu di temani dengan sambel kecap dengan irisan bawang yang menggugah lidah. Ada juga mie goreng sebagai teman ikan bakar dengan bumbu buatan sendiri. Khas Karimun Jawa, katanya. Dan tak lupa, krupuk. Makan dengan menu seperti ini, di tempat yang seperti ini, bersama orang-orang yang seperti ini sangat menyenangkan. Kami sangat lahap menyantapnya. Begitu suapan pertama menyentuh lidahku, aliran darahku langsung bergerak cepat tak ingin terlambat menyambut makanan yang akan diangkutnya. Saraf lidahku langsung memberi informasi di otakku untuk merespon sebuah kata: LEZAT. Hmmm, nyammmi, wouw, nlhhhheeeb, hanya itu bebunyian yang terdengar ketika kami makan. Dalam sekejap, makanan kami habis. Tak bersisa. Kami seperti orang kelaparan yang belum makan 7 hari. Kami sampai terlupa bahwa pagi tadi kami sudah sarapan di warung Sunda. Hehehe. Usai makan, mas Biyan mengajak kami ke spot terumbu karang paing indah di Karimun Jawa. Letaknya ditengah lautan diantara pulau Cemara Kecil dan Karimun Jawa. Kami pun segera kesana. Lautan masih berwarna biru gelap. Ini menandakan laut masih dalam. Tapi kapal kami sudah berhenti. Jantung kami sentak berdenyut kencang. Apakah disini spot menarik itu? Dan ternyata memang iya. Disinilah spot terumbu karang terindah itu. Gila! Ini dalam men! Beberapa dari kami masih takut-takut. Terhanyut, tenggelam membayangi kami. Gila! Sedalam ini? Setelah dibujuk-bujuk mas Biyan, satu persatu kami turun ke laut. Oh God, ini memang amazing, beberapa kali aku berhadapan dengan ketakutan, tapi ini harus dihadapi demi sesuatu yang worth it untuk dilihat. “Ayo kedalam!” kata mas Biyan. Kami saling berpandangan. Kami tidak berani. Kami disuruhnya untuk melepas pelampung dan snorkle. Spot dibawah bagus katanya. Kami akan melakukan sesi foto underwater yang sebenarnya. Dan kami harus menahan nafas beberapa saat untuk dapat bisa foto di dasar laut. Kepala kami masih di permukaan. Sumpah, kami (terutama aku) sangat takut masuk kedalam sana. TIDAAAAAKKK!! Aku takut. Sumpah. Ini pertama kalinya kau berenang di laut lepas, dan disuruh langsung menyelam, tanpa alat pula! Ketakutanku semakin menjadi-jadi. Satu persatu teman-teman memasukkan badannya. Begitu keluar, posisi mereka sudah jauh disana. Sekitar 20 meteran dari posisiku berada. Mereka semua melakukan foto. “Ayo mas! Kamu pasti bisa!” beberapa orang termasuk cewek cina itu meneriakiku. Aku terburu terkencing-kencing dicelana. Sumpah aku masih takut. Tak berani. “ayo! Sini nanti aku bantu dari sini!” katanya menyemangatiku. Sekarang tinggal aku disini. Berenang di sisi kapal. Semua orang meneriakiku untuk segera masuk ke dasar laut untuk pemotretan. Kubuka satu persatu alat-alatku. Susah sekali. Sebenarnya bukan susah, tapi berat melepaskannya. Oh pelampung, sampai jumpa. Aku juga melepas snorkle. Kakiku kukayuh lebih kencang berharap tidak tenggelam. Aku masih merasakan ketakutan itu sungguh hebat melanda dan menguasai diriku. Aku coba meluncurkan kepalaku kedalam, tapi tak bisa. Sepertinya ketakutanku mengarahkanku untuk tidak masuk kedalam. Kucoba lagi, gagal lagi. Kepalaku masih di permukaan. Teriakan semakin kencang. Kucoba lagi, masih saja tidak bisa menyentuh dasar laut. Untuk terakhir kalinya, akhirnya aku berpegang pada tali jangkar yang menempel di dasar laut. Aku tarik tali itu hingga aku bisa menyentuh jangkar. Saat itulah aku melihat betapa indahnya dasar lautan. Sumpah keren. AMAAAAAAZIIIING. Aku melihat sebuah kerajaan laut yang luar biasa. Istananya berupa terumbu karang terindah yang pernah kulihat. Disana bertengger ikan-ikan sebagai penghuni kerajaan laut. Aku seperti melihat ada sosok raja laut berupa ikan dengan mahkota dikepalanya, sedang yang lain mengelilinginya. Sungguh indah tiada tara. Ikan-ikan aneka jenis seliweran di depanku. Beberapa menatapku sambil malu, lalu masuk kembali kedalam karang. Beberapa berani menyenggolku. Asik. Sambil berpegangan tali jangkar, mas Biyan memotretku. Puaaaaaaaaaaaaasssszzz rasanya bisa berada didalam. Dan aku lupa kalau aku harus bernafas kembali. Aku langsung bersigap menarik tali keatas, dan muncullah kepalaku di permukaan sambil diiringi tepukan tangan dari semua kawan-kawan baruku itu. Yes!!! Aku telah melalui ketakutan itu dan terbayar dengan keindahan alam bawah laut yang luar biasa.
Puas foto di dasar laut, kami diajak mas Biyan dan kru ke salah satu tanjung yang ada di Karimun Jawa. Aku tidak tahu namanya apa. Lagi-lagi pasirnya putih halus. Airnya sangat bening. Ombaknya sangat kecil disana, sehingga kita bisa bermain-main air sampai puas. Aku sempatkan untuk sholat jama’ Dhuhur dan Ashar disana. Di sepanjang pantai berjajar orang-orang berjualan makanan dan minuman. Mungkin seperti itu rute yang dirancang oleh pelaku jasa pariwisata disana. Aku sendiri sambil melepas lelah, membeli es degan hijau yang baru dipetiknya dari pohonnya langsung, dan beberapa potong pisang goreng. Hmm lezat. Makan seperti itu di tempat seperti itu berasa sangat damai. Kelezatannya terasa hingga ke ujung-ujung saraf lidah. Di pinggi orang jualan tempat aku membeli jajan, ada sederetan pohon kelapa. Satu diantara pepohonan itu berdiri miring. Itulah yang dijadikan salah satu spot menarik untuk berfoto ria. Kata mas Biyan, setiap pengunjung yang datang ke pulau Karimun Jawa tidak akan melepaskan kesempatan berfoto disana. Akhirnya kami pun melakukan sesi pemotretan berikutnya yakni di pohon kelapa miring. Aku tertarik untuk membuat tulisan di pasir. Tak lama kemudian, aku mengambil kayu dan menuliskan “I love you, Joe”. Joe sendiri adalah panggilanku ke istriku. Lalu kupotret dari atas. Ada lagi spot yang menarik perhatianku untuk di foto. Sekumpulan batu-batu lautan yang sama persis seperti yang ada di film Laskar Pelangi. Oh tidak, aku menemukannya. Batuan yang membuat siapa saja ingin berfoto diatasnya. Batuan khas pantai-pantai eksotis. Selama ini aku hanya bisa memimpikannya untuk bisa berada disana. Dan sekarang aku melihatnya langsung, PERSIS didepanku. Aku pun memotretnya. Mengabadikannya sehingga suatu saat jika aku merindukan batu itu, aku bisa melihat dari fotonya. Setidaknya aku pernah bertemu sekaliiiiiii saja. Sambil melepas lelah, kami layangkan pandangan kami di salah satu pulau di depan kami. Pulau Gosong namanya. Tampak sekali siluet pohon-pohon kelapa disana. Oh tidak, siluet, siluet, ini berarti.........sunset! Subhanallah, aku melihat sunset dibalik pulau itu. Luar biasa indahnya. Perlahan-lahan sang mentari melelapkan dirinya di pangkuan Pulau Gosong. Ia hendak melanjutkan tugasnya untuk menyinari belahan bumi yang lain. Warna oranye di langit tercipta sangat indah. Beberapa awan berlari mengejar matahari di ujung sana. Beberapa tetap tinggal diam di tempatnya berada. Saatnya kembali ke daratan....
Puas dengan petualangan kami hari itu, akhirnya kami kembali ke pulau Karimun Jawa. Waktu menunjukkan pukul 7 malam ketika kami menginjakkan kaki kami di penginapan. Mas Kuntet menyambut kami di penginapan. Dia menanyai kami tentang komentar perjalanan kami. Akhirnya malam itu kami habiskan dengan cerita sana-sini tentang petualangan hebat kami hari itu.

Label:

Pulau Sejuta Impian (part 1)

Keinginan untuk datang berpetualang ke Karimunjawa memang sudah lama mengendap di ubun-ubun. Bukan hanya dapat informasi dari berbagai tayangan televisi yang menampilkan keindahan alamnya yang membuat ngiler, juga “panas” karena beberapa teman sudah menikmati cantiknya pulau itu. Kali ini aku harus membayarnya, dengan tenaga, waktu, uang, dan tentunya menyiapkan argumen dengan bos. Biarlah. Toh, jalan-jalan menjadi salah satu sumber inspirasiku untuk berkarya selama ini. Ketidaktahuanku akan rute, medan, dan biaya membuatku tidak mengajak istriku tercinta. insyaAllah kesempatan kedua aku akan bersamanya. Perjalananku kali ini ditemani oleh partnerku bernama Leo Aswandani. Dikantor, ia dipanggil Leo. Ia tidak tahu menahu tentang pulau Karimun Jawa. Tidak tahu apa-apa bahkan. Perjalanan kami dimulai dari Bandung. 22 April 2012 Cicaheum menjadi terminal keberangkatan pilihan kami saat itu. Jam 5 sore kami tiba disana. Kami yang(sama-sama) buta naik bus ini pun sekonyong-konyong masuk di Bus bernama Nusantara yang di depan kacanya tertulis “BDG SMG JPR”. Kursinya empuk, bersih, wangi. Jarak antar penumpang pun cukup renggang. Selimutnya tebal dan halus. Sepertinya ini kelas eksekutif. Pasti mahal, pikirku. Biarlah tak apa. Toh tidak ada lagi bus yang menuju Jepara waktu itu. Kami rebahkan tubuh kami setelah capek berjalan-jalan di kota Bandung. Bus masih sepi. Katanya sih berangkat pukul setengah 7 malam. Kami puas-puaskan diri kami di kursi empuk itu. Waktu menunjukkan pukul 6 sore. Satu persatu penumpang datang. Mereka melihat-lihat rak tas diatas tempat duduk sambil melihat kertas bawaannya. Sepertinya mencocokkan sesuatu. Jika dirasa pas, kemudian mereka duduk. Hingga akhirnya ada 2 orang wanita berdiri didepan tempat duduk kami. Seperti tidak percaya, berkali-kali ia melihat kertasnya, dan melihat rak tas diatas kami. Begitu beberapa kali hingga akhirnya orangnya berkata, “mas, ini tempat duduk kami”. Oh my God, bus ini bertiket. Bergegas kami pergi dari “singgasana” sementara kami saat itu. Sambil menahan rasa malu, kami bertanya pada kondektur, “pak, harus beli tiket dulu ya?”, si kondektur mengangguk sambil melanjutkan nonton bola di ddepannya. Nah, kan benar. Dia menunjuk loket sambil berkata, “belinya disana dik”. Segera kami berlari menuju keloket bus Nusantara untuk beli tiket, dan parahnya.......tiket habis. Dan bus pun akan segera berangkat. Pupus sudah keinginan kami untuk pergi ke pulau impian kami. Ditengah lesunya harapan dan badan kami pasalnya tidak ada lagi bus yang berangkat ke Jepara sore itu, tiba-tiba penjual tiket sebelah bilang, “kalau Kramat Jati mau dik? Sama kok ke Jepara. Malah lebih murah. Cuma 85 ribu. Dapat makan”. Seperti baru mendapatkan mukjizat, tiba-tiba kami menjadi 100%. Mata kami terbelalak. Dan tak tahu harus berkata apa, tiba-tiba mulutku nyeletuk “ada kamar mandinya pak?”. “ada” jawabnya. Yes. Tidak perlu lama-lama segera kubayar orang itu. Aku adalah tipikal orang yang sering ke kamar mandi jika hawa dingin. Begitu pula aku jika berada didalam bioskop. Kami tidak jadi lesu, juga lemah, atau letih, apalagi loyo (4L). Kami seperti dalam perjalanan bertemu kekasih yang sudah berbulan-bulan tidak bertemu. Tidak sabar. Malam perjalanan itu kami isi dengan berkhayal, saling bercerita tentang indahnya pulau itu, dan bergosip tentang rekan kerja kami-tentunya. hehehe. Mimpi pun tidak lepas dari pulau itu. Aku bermimpi bulan madu bersama istriku disana, sedangkan Leo mimpi buka cabang usaha “bebek setan”-nya disana. 23 April 2012 Kami awali pagi kami dengan berada di terminal bus Jepara. Jam 5 pagi waktu setempat. Jalanan masih sepi. Matahari pun belum terang. Kami lanjutkan perjalanan kami menuju pelabuhan Jepara dengan naik becak. Ongkosnya 10 ribu. Kupandangi seisi jalanan yang sepi dan bersih itu. Kubaca satu persatu plang-plang di jalanan. Rumah Sakit Kartini, Koramil Kartini, Jalan Kartini, toko Kartini, Ayam goreng Kartini, Balai Kartini, dan akhirnya pelabuhan Kartini. Semuanya kartini. Kupikir kaya bener orang yang namanya Kartini ini. Dia punya usaha macam-macam di Jepara mulai dari toko sampai pelabuhan semuanya milik Kartini. Hehehe. Bukan kawan, Kartini itu tokoh yang sangat disegani oleh bangsa Indonesia. Catatan pribadinya yang bernama “Habis Gelap Terbitlah Terang” itu yang memacu wanita-wanita Indonesia untuk maju. Dan, Kartini dari Jepara. That’s all. Itulah kenapa, nama Kartini menjadi kebanggaan warga Jepara. Oke, cukup tentang Kartini. Kembali ke topik perjalananku.
Setengah 6 kami sampai di pelabuhan. Masih sangat sepi. Ada sekitar 6 remaja cowok – cewek yang sepertinya juga mau kesana. Ya iyalah, masa mau ke Bali? Sepertinya mereka semua berpasangan. Buktinya sepasang-sepasang diantara mereka saling mesra. Dan sepertinya pula mereka dari Jakarta. Terlihat dari logatnya. Sudahlah, yang penting mereka ga menggigit, aku merasa aman-aman aja. Apa sih? Disana juga ada penjual sop ayam yang lebih mirip disebut sebagai soto ayam bening daripada disebut sebagai sop ayam. Kalau masalah rasa, mohon maaf, saya tidak bisa mengakui kelezatan makanan daerah lain selain Surabaya. Di Surabaya makanan komplit, rasanya tak usah diragukan lagi. Mulai dari Rawon Setan, Bebek Setan, Bebek Mercon, Bakso Tuyul, Bakso Kepala Sapi, Bakso Granat, dll. Dari namanya saja sudah ekstrem, apalagi rasanya. Luar biasa ekstrem. Hehehe. Harga per mangkoknya 7 ribu belum termasuk krupuk atau minum. Supaya lebih afdol infonya, kutambahkan lagi, harga sewa toilet disana 2 ribu. Mau mandi, mau pipis, mau pup, terserah. Sekali masuk 2 ribu. Kebetulan tipe orang sepertiku ini adalah orang yang tidak pernah lepas pup pagi hari, jadi kalau pas pagi ya harus pup. Oya, bagi yang belum tahu, pup itu buang air besar, sedangkan pip itu buang air kecil. Sudah, jangan tanya padaku kenapa namanya begitu. Aku tidak tahu. Sepertinya aku beruntung saat itu. 1 paket ke kamar mandi (1 paket = pip, pup, mandi) kubayar dengan nol rupiah. Lho kok bisa? Iya, lha wong si penjaganya tidak ada. Aku juga bingung harus bayar ke siapa. Hehehehe Kakiku sudah gemeretek kepingin segera berangkat ke kapal. Begitu loket sudah dibuka, segera kubeli tiketnya. Ada 2 pilihan, mau pakai feri (6 jam) atau ekspress (2 jam). Tentunya harganya berbeda. Feri hanya Rp. 28.500 sedangkan ekspress Rp. 69.000. berhubung yang tersedia hari senin saat itu hanya feri, akhirnya kami beli tiket feri. Feri yang akhirnya kukenal bukan bernama Kartini itu berangkat pukul 9 pagi. Nama kapalnya KM. Muria. Seperti nama sunan yang ada disana.
Sekitar pukul 8, orang-orang sudah mulai masuk ke kapal. Masing-masing mencari tempat yang nyaman. Karena memesan tiket ekonomi, kami akhirnya duduk di dek belakang tanpa jendela. Sebenarnya tidak apa-apa, tapi satu hal yang membuat kami menjadi risih disana: lagu dangdut koplo ala sunatan. Weleh-weleh, orang-orang desa itu bukannya menyajikan pengajian untuk anaknya, malah nyewa orkes dangdut dengan adegan-adegan tidak senonoh itu. Si Leo tampak menahan mualnya. Katanya sih karena getaran mesin kapal. Aku juga sama, tapi bukan karena getaran mesin, lebih karena lagu dangdut koplo yang kudengar ini. 6 jam saudara! 6 jam aku harus mendengarkan suara yang tak balance antara bass dan treblenya itu. Belum lagi goyangan-goyangan si penyanyi yang kadang membuat mulut harus komat-kamit mengucap “astagfirullah”. Hadehhh. Ya sudah, nikmati saja. Ujung pulau itu sudah terlihat. Pulau Karimun Jawa. Pulau impianku saat ini. Pulau yang katanya bule “The Last Paradise In The World”. Pulau yang katanya Juned, Luki, Ayos, Giri, dll – teman-temanku yang sudah kesana – sebagai pulau Amazing. Jejingkrak’an aku didalam kapal. Kira-kira setengah jam lagi aku menginjakkan kakiku dipulau itu. Kegiranganku harus kutahan demi menjaga nama baikku, keluargaku, istriku, tempat kerjaku, dll apalagi saat emosi sudah hampir tidak bisa terkontrol, tiba-tiba ada orang sebelahku menyapaku. Dia memperkenalkan dirinya sebagai Mas Kuntet. Aku sebutkan lagi namanya, siapa tahu aku salah dengar. Aku juga tulis namanya di Hpku, hanya untuk memastikan namanya benar-benar K.U.N.T.E.T. Dia meng-iya-kan. Ya sudah. Dia menanyakan, apakah aku ikut paket? Dalam istilah penduduk setempat, paket adalah jasa yang dijual oleh pramuwisata disana yakni berupa makan, tidur, snorkling, foto, jalan-jalan, dan guide. Biasanya 2 hari 3 malam (sabtu – selasa atau jumat - senin). Harganya macam-macam tergantung fasilitas yang diinginkan seperti mau tidur di homestay, atau rumah apung, atau hotel. Mau makan rumahan atau restoran. Mau snorkling bersama orang lain atau sendiri. Dll. Semuanya menentukan besar kecilnya harga. Biasanya paket berkisar antara 500 rb hingga jutaan per orang. Aku sendiri tidak menggunakan jasa paket. Bisa kok. Kami tiba disana. Menginjakkan kaki pertamaku disana. Ingin rasanya mengusir orang-orang disekitarku, agar aku bisa meluapkan kegiranganku. Jingkrak-jingkrak sambil teriak ga jelas. Menari-nari sambil bernyanyi lagunya Elo “Masih Ada” atau “I’m yours”-nya Jason Mraz. Keberadaan mereka hanya membuatku menahan itu semua. Lagi-lagi demi nama baik. Nama baik, saudara! Beruntung mas Kuntet menunjukkan aku medan disana. Dia mengajak kami tinggal di homestay bernama “Prapatan” dengan harga 70 rb per malam. Letaknya memang di perempatan jalan menuju ke kota. Ketika aku bilang “kota”, Jangan bayangkan kota seperti Jakarta atau Surabaya dengan gedung-gedung yang menjulang tinggi ya. Itu hanya sebutan orang setempat untuk daerah dengan fasilitas kantor-kantor pemerintahan, bank, dan beberapa toko. Pemilik homestay Prapatan ini adalah sepasang kakek-nenek yang tampak senang ketika kami datang. Keduanya langsung sibuk menyiapkan kamar. Si bapak memastikan kamar dalam kondisi bersih. Si ibu memasakkan air panas untuk kami, lalu menyajikannya bersama dengan teh celup, kopi, dan gula. Untuk menikmati itu semua, kami harus meraciknya sendiri. Mas Kuntet juga menawarkan aku untuk ikut snorkling bersama orang-orang yang memang sudah beli paketan. Harganya 130 rb per orang. Hanya 1 hari saja dari jam 9 sampai jam 6 sore (sunset). Sudah termasuk guide dan makan siang. Kami deal. Sore itu kami isi dengan berkeliling pulau dengan motor Mio yang ditawarkan oleh si kakek. Semoga si Mio ini tidak mudah meledak-ledak seperti yang sering kutemui di Surabaya. Hehehe. Kami melihat ada alun-alun, ada homestay yang berjajar sepanjang jalan, ada beberapa kantor pemerintahan, ada sekolah SD, SMP, SMK, dan Madrasah Ibtidaiyah. Ada pula nelayan-nelayan yang sepertinya baru datang dari melaut. Bawaannya cukup banyak, bergentong-gentong ikan laut. Ada juga orang Cina dari Surabaya yang mau Prewed disana. Orangnya ramah. Kebahagiaan tampak jelas dimukanya. Mau nikah kali, makanya kayak gitu. Hehehe.
Warung makan disana cuma 1. Jenisnya warung Prasmanan. Ada di pinggir alun-alun. Pemiliknya orang sunda yang sering marah-marah ke pegawainya. “hei kau, masa dandan lebih dari 1 jam. Ini ada orang mau makan, layani!” katanya sambil teriak ke gadis dibalik kamar. Si pemilik sendiri adalah pria berumur sekitar 38 tahunan. Berperawakan tegap seperti ABRI apalagi potongan rambutnya cepak. Mas Kuntet bilang, warung ini paling laris. Setiap hari tidak pernah sepi (ya iyalah, cuma 1 doang!) lalu bilang juga kalau si bapak itu belum nikah. So what gitu loh mas? Ini kok malah jadi bergosip ria. Hehehe Makanan disana berkisar antara 8ribu hingga 10 ribu. Makanan rumahan. Tidak apa yang penting bisa makan. Hehehe Malam hari kami gunakan untuk ngobrol-ngobrol dengan mas Kuntet tentang pulau Karimunjawa. Katanya, pulau nan mempesona ini telah banyak dikunjungi turis-turis dari berbagai penjuru dunia. Kebanyakan mereka ingin melakukan survei tentang kehidupan bawah laut. Mas Kuntet juga bercerita pada kami tentang pengalaman-pengalamannya selama menjadi guide di pulau itu. Ada yang lucu, ada yang menyedihkan, ada pula yang bikin jengkel. Sisa malam itu kami gunakan untuk berbelanja oleh-oleh di depan penginapan kami. Beberapa toko souvenir berjajar disana. Toko-toko itu menjual aneka macam kerajinan dari bahan laut, kaos, dll. Tidak perlu kuatir, harganya murah-murah kok. Baju ukuran dewasa hanya 40 ribu saja. Hampir sama seperti harga baju di pulau Jawa. Dan pilihanku jatuh pada gambar kura-kura diatas tulisan “Karimun Jawa” warna ungu. Aku beli 3 untuk teman-teman kerjaku di Surabaya.

Label: