Sabtu, 28 April 2012

Pulau Sejuta Impian (part 3)

Rabu, 25 April 2012 Kapal ekspress kami berangkat pukul setengah 11. Kami tidak ingin menyia-nyiakan sisa waktu kami. Pagi-pagi setelah sholat shubuh, kami pinjam motor kembali untuk berkeliling ke Lagon Lele, salah satu permukiman warga di pelosok Karimun Jawa. Setelah melalui beberapa tanjakan gunung, lalu turun ke bawah, akhirnya kami menemukan sebuah tempat yang sangat indah. Sebuah teluk dengan pasir putih disekelilingnya. Teluk itu sepi. Sangat sepi. Hanya 1 orang nelayan yang menampakkan dirinya, lalu ambil perahu, dan lalu pergi. Tinggallah aku dan Leo di sebuah pantai sepi yang sangat indah itu. Dipinggir-pinggirnya terdapat jajaran pohon bakau. Dibalik pohon bakau berdiri tegak pepohonan kelapa dan berbagai jenis pepohonan yang lain. Persis seperti pion dan buah catur lain di belakang pion. Kami bermain-main pasir yang ada disana. Mengumpulkan beberapa kerang dan bebatuan pantai. Sesekali terdengar riuh ombak kecil yang bersenandung menyambut pagi. Dan.....lagi-lagi kami disuguhi atraksi alam yang luar biasa. Di depan kami persis nampak matahari dengan gagahnya muncul dari balik lautan......SUNRISE.
Kalau petang kemarin kami dipertunjukkan dengan sunset, pagi ini kami melihat sunrise ala Karimun Jawa PERSIS di depan mata kami. Sinarnya perlahan-lahan masuk kedalam air menunjukkan isi laut dengan karang-karangnya yang sangat indah. Kueeerrreeeeennnnn!!!! Saatnya kami harus kembali. Kami tidak ingin ketinggalam kapal. Oya, kapal disana berangkat SELALU tepat waktu. Tidak ada telat. Jadi kami harus datang kesana dengan tepat waktu pula. Setelah berpamitan dengan semuanya: kakek, nenek, mas Kuntet, mas Biyan and crew, serta pemilik warung Sunda, kami pun bergegas menuju pelabuhan. Sedih rasanya meninggalkan pulau ini. Sambil menunggu pemberangkatan, kulayangkan pandanganku ke dasar lautan. Disana nampak ikan-ikan bergerumbul seolah-olah ingin menyaksikan pemberangkatanku. Aku merasa mereka berkata “sampai jumpa, saudara. Kuharap bisa bertemu kamu lagi disini”. Aku semakin sedih. Kata anak-anak kecil yang ada disana, tidak seperti biasanya, ikan ini berhenti disini berjumlah ribuan. Anak-anak kecil itu gembira menyaksikan gerombolan ikan, sambil memanggil kawan-kawannya yang lain, dan lalu memancingnya.
Aku semakin sedih melihat kawan-kawan baruku (ikan-ikan kecil itu) mengantarkanku sampai di pelabuhan. insyaAllah aku akan kesini lagi kawan. Bersama istri dan kawan-kawanku yang lain. 2 jam perjalanan kapal ekspress ini aku jalani dengan melamun. Melamunkan kesedihanku berpisah dengan pulau impian ini. Sekarang aku harus kembali ke dunia nyata. Tidak lagi bermimpi. Sesampainya di pelabuhan Kartini, kami langsung menyewa becak ke terminal bus. Dari teminal bus, kami naik bus arah Semarang turun di pertigaan Trengguli. Ongkosnya hanya 8 ribu. Dari sana, kami melanjutkan perjalanan kami ke Surabaya naik bus jurusan Semarang – Surabaya. Dibutuhkan waktu sekitar 10 jam perjalanan dari pertigaan Trengguli tersebut ke terminal Bungurasih di Surabaya. Sejuta kenanganku tak akan kulupakan bersama pulau yang kuberi nama: PULAU SEJUTA IMPIAN.

Label:

Pulau Sejuta Impian (part 2)

Selasa, 24 April 2012 Saatnya ke laut. Ya, pagi sekali setelah subuh aku sudah mandi. Tak ingin terlambat ke laut untuk menyaksikan apa yang ada didalamnya. Masih sangat pagi waktu itu, padahal kapal berangkat jam setengah 9 pagi. Rencananya kami akan bersama rombongan anak-anak mahasiswa cina dari Jakarta. Ngomongnya loh gue – loh gue. Tak ada sedikit pun logatnya yang medok. Hehehe. Jadi malu. Sambil menunggu setengah 9, kami pinjam motor pada kakek untuk jalan-jalan ke atas gunung di Karimun Jawa. Dari atas gunung, pantai-pantai itu luar biasa indahnya. Pulau-pulau pun berdiri megah diantara luasnya lautan. Sungguh indah. Di kanan kiriku terdapat banyak sekali pepohonan dengan akar-akar yang menjulang hingga ke atas. Tinggi. Aku tak tahu nama pohon-pohon itu. Bagiku baru pertama kali aku melihat pohon jenis itu. Namanya juga Taman Nasional, jadi didalamnya pasti terdapat pepohonan yang dilindungi. Banyak juga burung-burung yang tak kukenal. (ini dari tadi kok tidak kenal melulu. Jangan-jangan aku memang kuper dan gaptek, jadi tidak tahu apa-apa). Bentuknya unik. Warna-warnanya pun bermacam-macam. Ada yang kuning, biru, merah, dan hitam tentunya. Katanya memang tempat ini juga melindungi hewan-hewan seperti burung itu. Selain burung, juga monyet, aneka serangga, dll. Waktu mendekati pukul 8 pagi. Ayo ke dermaga.....! Setelah sarapan di warung sunda itu, kami segera ke dermaga. Disana kami bertemu dengan mas Kuntet. Berhubung mas Kuntet harus menjemput tamu dari Semarang, maka kami diserahkan ke mas Biyan. Dialah guide kami selama kami ada di laut. Mas Biyan perawakannya kurus. Potongan cepak. Orangnya ramah, meski medoknya masih sangat terasa. Hehehe. Tak lama kemudian datanglah 4 orang cina dari Jakarta yang diceritakan mas Kuntet kemarin. 2 orang cewek. 2 orang cowok. Sepertinya mereka mahasiswa kedokteran, setidaknya itu yang bisa kusimpulkan dari obrolan mereka sepanjang perjalanan. Kami memulai petualangan kami di pulau Menjangan Besar tepat didepan pulau Karimun Jawa. Disana kami melakukan kegiatan ekstrem......berenang bareng hiu. Oh God, gigit tidak ya? Ya, sensasi takut itu memang yang menyenangkan. Deg deg serrr. Sumpah, takut sekali. Sesekali si pawang melempar ikan mati didepan kami yang mengundang ikan-ikan hiu itu datang di depan kami. Tak elak kami menjerit ketakutan. Aku sendiri menggeret mas Biyan di depanku agar bisa melindungiku. Hahaha. Dan lalu....sesuatu menggigit betisku dari belakang. Arrrgggghhhh....aku pun teriak seketika. AKU DIGIGIT.....AKU DIGIGIT....AKU DIGIGIT....! Mas Biyan, sopir kapal, dan pawang hanya tertawa melihatku ketakutan. Dan tak lama kemudian si cewek cina itu juga menjerit. ARGGGHHHHH......AKU JUGA DIGIGIT. Seketika itu juga kami panik. Leo dan yang lainnya juga ikut panik. Tapi tidak dengan penduduk-penduduk lokal itu. Asem! Mereka bukannya menolong, tapi malah tertawa. Pelan-pelan kupegang kakiku. Kupastikan kakiku masih ada. Masih ada sih. Tapi salah satu orang cina itu bertanya ada yang berdarah ga? Hati-hati darah! Bisa mengundang hiu lain untuk datang. Sialan kami semakin panik. Didepan kami hiu-hiu berenang mengelilingi kami seolah-olah menghadang kami untuk tidak kabur ke atas. Kenapa? Kenapa harus kami? Kami tidak mengganggu kalian kan, hiu? Kami hanya mengajakmu narsis untuk bisa dipoto sama si pawang yang ada diatas kami. Kami tidak bersalah kan, hiu? Kalian tidak akan memakan kami kan? Sumpah daging kami tidak enak. Terakhir kali kami minum teh pahit, jadi rasa daging kami pasti pahit. Ayolah hiu, ijinkan kami untuk pergi. Itulah celotehan-celotehan kami sambil merasakan ketakutan yang tiada tara. Mas Biyan dan pawang masih tertawa. Lebih keras, malah. Tak hanya meneruskan tertawanya, mereka malah melempari kami lagi dengan ikan mati. Dan....tentunya semakin banyak hiu yang mengelilingi kami. Sontak jeritan kami semakin menjadi-jadi. Ketakutan kami itu menjadi objek yang menarik untuk di foto oleh mas Biyan dan kawan-kawannya. Sepertinya muka kami yang memelas membuat mas Biyan turun juga ke kolam hiu. Dia menjelaskan bahwa yang menggigit kami itu adalah ikan-ikan kecil yang ada didalam kolam juga. Dia menunjuk pada ikan-ikan kecil. Kami sedikit tenang sih, tapi hiu-hiu yang masih berkeliling didepan kami ini masih membuat kami ketakutan. Setelah puas difoto-foto bersama hiu, satu persatu kami naik ke permukaan. Melihat foto-foto kami, rasanya kepingin tertawa sendiri. Sensasi ketakutan itu tidak akan kami lupakan. Luar biasa.
Perjalanan kami lanjutkan ke pulau Menjangan Kecil. Butuh waktu sekitar 10 menit untuk sampai di pulau itu dengan menaiki kapal motor milik mas Biyan. Belum sampai pulau, kapal berhenti. Disana kami diwajibkan mengenakan pelampung, kaki katak dan snorkle. Wouw, ini pertama kalinya aku berenang di lautan. Jangankan kedalaman 3 meteran seperti tempat kami saat itu, kedalaman 2 meter di kolam renang saja, aku udah takut. But, it’s ok. Bukankah aku disana untuk merasakan petualangan-petualangan baru. Byur...untuk pertama kalinya aku ceburkan diri di tengah lautan seperti ini. Aku mengambang. Ya, pelampung ini bekerja dengan baik. Ku goyang-goyangkan kakiku. Wouw, ternyata gerakku menjadi lebih cepat ketika aku memakai kaki katak ini. Wehehehe. Asiik aku bisa berenang dilautan (tapi pakai pelampung. Hehehe). Mas Biyan memberikan instruksi pada kami untuk memasukkan kepala kami di dalam air. Mblub.. Wuouuuuuuww.......kehidupan bawah laut. Keren..... Ikan dimana-mana. Kecil besar. Bentuknya macam-macam. Warnanya pun beraneka macam. Ada biru, kuning, perak, emas, hijau, semuanya ada. Ini loh ikan-ikan yang kulihat di film “Finding Nemo”. Sumpah keren. Sopir kapal melempari kami. Kali ini tidak dengan ikan mati, tapi dengan roti yang sudah diremes-remes, lalu ditaburkan di depan kami. Lalu amazing, ikan-ikan kecil yang indah itu segera mengerubungi kami. Seru habis. Ada yang menggigiti kami dengan gigi ompongnya itu. Ada yang menyundul-nyundul. Semuanya berenangan didepan kami. Tepat didepan mata kami, PERSIS. Sesekali kami menangkapnya, lalu melepasnya kembali. Tak terhitung jumlah ikan yang ada disekeliling kami. Ratusan, mungkin juga ribuan. Wah tak disangka bisa sekeren ini. Mas Biyan memotret kegiatan kami bersama ikan-ikan lucu itu. Lupa sudah setumpukan tugas yang ada di meja kerjaku. Lupa juga aku kalau biasanya jam segitu aku sudah makan. Aku juga lupa kalau aku harus segera menyelesaikan proyek dari klien seminggu yang lalu. Saat ini aku ingin menikmati waktuku bersama makhluk Allah yang lain, di dunia yang lain – dunia air. Aku dan ikan-ikan itu seperti saudara yang lamaaaaaaaaaaaaa sekali tidak pernah bertemu, lalu melepaskan kerinduannya. Mas Biyan meminta kami melihat bawah laut lebih dalam lagi. Dan untuk kesekian kalinya, aku merasakan kagum yang luar biasa. Dibawahku tepat berjajar terumbu-terumbu karang yang cantik. Berwarna-warni. Beraneka macam bentuk. Ada yang seperti batu, ada yang seperti kipas, ada yang seperti koran yang digumpal, dll. Satu per satu ikan keluar masuk ke terumbu karang itu. Terumbu karang itu bergoyang-goyang mengikuti alur arus. Angin saat itu sangat sepoi sarat akan kedamaian yang akhirnya kedamaiannya itu menular meresap hingga kehatiku. Aku merasakan juga kedamaian dalam setiap gerakannya. Terumbu-terumbu karang yang beraneka macam itu seperti menyapaku dan mengatakan “hai kawan, lama tak jumpa, apa kabarmu?”. Subhanallah, aku selama ini hanya melihat terumbu karang di internet saja. Tidak pernah melihat langsung pakai mata sendiri. Dan sekarang, mereka didepanku. Dan kukatakan pada terumbu karang itu “hai juga, aku baik-baik saja. Kamu bagaimana kabar?”. Mereka seperti mengacungkan jempolnya padaku sambil tersenyum pertanda bahwa mereka baik-baik saja hingga sekarang. They are all amazing. Very amaze me. Kami puaskan diri kami untuk berfoto bersama karang-karang itu hingga akhirnya mas Biyan meneriaki kami untuk segera naik ke kapal. Kami akan segera menuju ke pulau Cemara Kecil untuk makan siang. Kapal pun berangkat. Warna air berubah menjadi hijau. Kapal kami berhenti disana. Lalu kami berjalan menuju pulau itu sekitar 100 meteran. Pulau kecil itu sangat indah. Pasirnya berwarna putih bersih dan halus. Pohon-pohon cemara tumbuh di pulau tak berpenghuni tersebut. Indah sekali. Pantai tempat kami berjalan itu tidak dalam. Hanya sebatas lutut. Tapi dari atas, kami bisa melihat keindahan isi airnya. Ada bintang laut, ada kerang, ada ubur-ubur, dan berbagai jenis ikan lainnya. Kami sempat berfoto-foto disana. Mas Biyan dan krunya hendak membakar ikan sebagai makan siang kami. Wah, pasti lezat. Sementara mereka memasak, kami berfoto-foto di pepasiran yang ada disana. Dari Pulau Cemara Kecil, pulau Karimun Jawa terlihat seperti bebukitan. Dibawah kami lautan nan hijau dengan pasir putih. Ditambah lagi cahaya matahari yang bersinar terang saat itu, membuat spot foto kami menjadi begitu sempurna. Kami berasa foto dengan beground yang sudah diolah sedetail mungkin melalui Photoshop yang telah diatur brightness, level, contrast, dan saturasi-nya. Kami beraksi dengan berbagai macam gaya. Kadang kami menaikkan tangan kami diatas. Kadang kami mengacungkan jempol, kadang kami bergaya ala anak alay, kadang kami bergaya ala power ranger, dan tak lupa....kami foto melompat.
Ya, itu semua adalah ungkapan isi hati kami yang begitu bahagia berada di pulau yang sangat indah itu. Kami ingin melepaskan semua kekaguman kami itu lewat ekspresi kami. (lagi-lagi) mas Biyan meneriaki kami. Memanggil untuk makan siang. Ini dia yang ditunggu-tunggu. Saatnya makan siang...............! Menu kami adalah ikan kakatua hijau yang dibakar bersama dengan kulit kelapa. Aromanya sungguh merangsang semua sarafku untuk memakannya. Ikan bakar itu di temani dengan sambel kecap dengan irisan bawang yang menggugah lidah. Ada juga mie goreng sebagai teman ikan bakar dengan bumbu buatan sendiri. Khas Karimun Jawa, katanya. Dan tak lupa, krupuk. Makan dengan menu seperti ini, di tempat yang seperti ini, bersama orang-orang yang seperti ini sangat menyenangkan. Kami sangat lahap menyantapnya. Begitu suapan pertama menyentuh lidahku, aliran darahku langsung bergerak cepat tak ingin terlambat menyambut makanan yang akan diangkutnya. Saraf lidahku langsung memberi informasi di otakku untuk merespon sebuah kata: LEZAT. Hmmm, nyammmi, wouw, nlhhhheeeb, hanya itu bebunyian yang terdengar ketika kami makan. Dalam sekejap, makanan kami habis. Tak bersisa. Kami seperti orang kelaparan yang belum makan 7 hari. Kami sampai terlupa bahwa pagi tadi kami sudah sarapan di warung Sunda. Hehehe. Usai makan, mas Biyan mengajak kami ke spot terumbu karang paing indah di Karimun Jawa. Letaknya ditengah lautan diantara pulau Cemara Kecil dan Karimun Jawa. Kami pun segera kesana. Lautan masih berwarna biru gelap. Ini menandakan laut masih dalam. Tapi kapal kami sudah berhenti. Jantung kami sentak berdenyut kencang. Apakah disini spot menarik itu? Dan ternyata memang iya. Disinilah spot terumbu karang terindah itu. Gila! Ini dalam men! Beberapa dari kami masih takut-takut. Terhanyut, tenggelam membayangi kami. Gila! Sedalam ini? Setelah dibujuk-bujuk mas Biyan, satu persatu kami turun ke laut. Oh God, ini memang amazing, beberapa kali aku berhadapan dengan ketakutan, tapi ini harus dihadapi demi sesuatu yang worth it untuk dilihat. “Ayo kedalam!” kata mas Biyan. Kami saling berpandangan. Kami tidak berani. Kami disuruhnya untuk melepas pelampung dan snorkle. Spot dibawah bagus katanya. Kami akan melakukan sesi foto underwater yang sebenarnya. Dan kami harus menahan nafas beberapa saat untuk dapat bisa foto di dasar laut. Kepala kami masih di permukaan. Sumpah, kami (terutama aku) sangat takut masuk kedalam sana. TIDAAAAAKKK!! Aku takut. Sumpah. Ini pertama kalinya kau berenang di laut lepas, dan disuruh langsung menyelam, tanpa alat pula! Ketakutanku semakin menjadi-jadi. Satu persatu teman-teman memasukkan badannya. Begitu keluar, posisi mereka sudah jauh disana. Sekitar 20 meteran dari posisiku berada. Mereka semua melakukan foto. “Ayo mas! Kamu pasti bisa!” beberapa orang termasuk cewek cina itu meneriakiku. Aku terburu terkencing-kencing dicelana. Sumpah aku masih takut. Tak berani. “ayo! Sini nanti aku bantu dari sini!” katanya menyemangatiku. Sekarang tinggal aku disini. Berenang di sisi kapal. Semua orang meneriakiku untuk segera masuk ke dasar laut untuk pemotretan. Kubuka satu persatu alat-alatku. Susah sekali. Sebenarnya bukan susah, tapi berat melepaskannya. Oh pelampung, sampai jumpa. Aku juga melepas snorkle. Kakiku kukayuh lebih kencang berharap tidak tenggelam. Aku masih merasakan ketakutan itu sungguh hebat melanda dan menguasai diriku. Aku coba meluncurkan kepalaku kedalam, tapi tak bisa. Sepertinya ketakutanku mengarahkanku untuk tidak masuk kedalam. Kucoba lagi, gagal lagi. Kepalaku masih di permukaan. Teriakan semakin kencang. Kucoba lagi, masih saja tidak bisa menyentuh dasar laut. Untuk terakhir kalinya, akhirnya aku berpegang pada tali jangkar yang menempel di dasar laut. Aku tarik tali itu hingga aku bisa menyentuh jangkar. Saat itulah aku melihat betapa indahnya dasar lautan. Sumpah keren. AMAAAAAAZIIIING. Aku melihat sebuah kerajaan laut yang luar biasa. Istananya berupa terumbu karang terindah yang pernah kulihat. Disana bertengger ikan-ikan sebagai penghuni kerajaan laut. Aku seperti melihat ada sosok raja laut berupa ikan dengan mahkota dikepalanya, sedang yang lain mengelilinginya. Sungguh indah tiada tara. Ikan-ikan aneka jenis seliweran di depanku. Beberapa menatapku sambil malu, lalu masuk kembali kedalam karang. Beberapa berani menyenggolku. Asik. Sambil berpegangan tali jangkar, mas Biyan memotretku. Puaaaaaaaaaaaaasssszzz rasanya bisa berada didalam. Dan aku lupa kalau aku harus bernafas kembali. Aku langsung bersigap menarik tali keatas, dan muncullah kepalaku di permukaan sambil diiringi tepukan tangan dari semua kawan-kawan baruku itu. Yes!!! Aku telah melalui ketakutan itu dan terbayar dengan keindahan alam bawah laut yang luar biasa.
Puas foto di dasar laut, kami diajak mas Biyan dan kru ke salah satu tanjung yang ada di Karimun Jawa. Aku tidak tahu namanya apa. Lagi-lagi pasirnya putih halus. Airnya sangat bening. Ombaknya sangat kecil disana, sehingga kita bisa bermain-main air sampai puas. Aku sempatkan untuk sholat jama’ Dhuhur dan Ashar disana. Di sepanjang pantai berjajar orang-orang berjualan makanan dan minuman. Mungkin seperti itu rute yang dirancang oleh pelaku jasa pariwisata disana. Aku sendiri sambil melepas lelah, membeli es degan hijau yang baru dipetiknya dari pohonnya langsung, dan beberapa potong pisang goreng. Hmm lezat. Makan seperti itu di tempat seperti itu berasa sangat damai. Kelezatannya terasa hingga ke ujung-ujung saraf lidah. Di pinggi orang jualan tempat aku membeli jajan, ada sederetan pohon kelapa. Satu diantara pepohonan itu berdiri miring. Itulah yang dijadikan salah satu spot menarik untuk berfoto ria. Kata mas Biyan, setiap pengunjung yang datang ke pulau Karimun Jawa tidak akan melepaskan kesempatan berfoto disana. Akhirnya kami pun melakukan sesi pemotretan berikutnya yakni di pohon kelapa miring. Aku tertarik untuk membuat tulisan di pasir. Tak lama kemudian, aku mengambil kayu dan menuliskan “I love you, Joe”. Joe sendiri adalah panggilanku ke istriku. Lalu kupotret dari atas. Ada lagi spot yang menarik perhatianku untuk di foto. Sekumpulan batu-batu lautan yang sama persis seperti yang ada di film Laskar Pelangi. Oh tidak, aku menemukannya. Batuan yang membuat siapa saja ingin berfoto diatasnya. Batuan khas pantai-pantai eksotis. Selama ini aku hanya bisa memimpikannya untuk bisa berada disana. Dan sekarang aku melihatnya langsung, PERSIS didepanku. Aku pun memotretnya. Mengabadikannya sehingga suatu saat jika aku merindukan batu itu, aku bisa melihat dari fotonya. Setidaknya aku pernah bertemu sekaliiiiiii saja. Sambil melepas lelah, kami layangkan pandangan kami di salah satu pulau di depan kami. Pulau Gosong namanya. Tampak sekali siluet pohon-pohon kelapa disana. Oh tidak, siluet, siluet, ini berarti.........sunset! Subhanallah, aku melihat sunset dibalik pulau itu. Luar biasa indahnya. Perlahan-lahan sang mentari melelapkan dirinya di pangkuan Pulau Gosong. Ia hendak melanjutkan tugasnya untuk menyinari belahan bumi yang lain. Warna oranye di langit tercipta sangat indah. Beberapa awan berlari mengejar matahari di ujung sana. Beberapa tetap tinggal diam di tempatnya berada. Saatnya kembali ke daratan....
Puas dengan petualangan kami hari itu, akhirnya kami kembali ke pulau Karimun Jawa. Waktu menunjukkan pukul 7 malam ketika kami menginjakkan kaki kami di penginapan. Mas Kuntet menyambut kami di penginapan. Dia menanyai kami tentang komentar perjalanan kami. Akhirnya malam itu kami habiskan dengan cerita sana-sini tentang petualangan hebat kami hari itu.

Label:

Pulau Sejuta Impian (part 1)

Keinginan untuk datang berpetualang ke Karimunjawa memang sudah lama mengendap di ubun-ubun. Bukan hanya dapat informasi dari berbagai tayangan televisi yang menampilkan keindahan alamnya yang membuat ngiler, juga “panas” karena beberapa teman sudah menikmati cantiknya pulau itu. Kali ini aku harus membayarnya, dengan tenaga, waktu, uang, dan tentunya menyiapkan argumen dengan bos. Biarlah. Toh, jalan-jalan menjadi salah satu sumber inspirasiku untuk berkarya selama ini. Ketidaktahuanku akan rute, medan, dan biaya membuatku tidak mengajak istriku tercinta. insyaAllah kesempatan kedua aku akan bersamanya. Perjalananku kali ini ditemani oleh partnerku bernama Leo Aswandani. Dikantor, ia dipanggil Leo. Ia tidak tahu menahu tentang pulau Karimun Jawa. Tidak tahu apa-apa bahkan. Perjalanan kami dimulai dari Bandung. 22 April 2012 Cicaheum menjadi terminal keberangkatan pilihan kami saat itu. Jam 5 sore kami tiba disana. Kami yang(sama-sama) buta naik bus ini pun sekonyong-konyong masuk di Bus bernama Nusantara yang di depan kacanya tertulis “BDG SMG JPR”. Kursinya empuk, bersih, wangi. Jarak antar penumpang pun cukup renggang. Selimutnya tebal dan halus. Sepertinya ini kelas eksekutif. Pasti mahal, pikirku. Biarlah tak apa. Toh tidak ada lagi bus yang menuju Jepara waktu itu. Kami rebahkan tubuh kami setelah capek berjalan-jalan di kota Bandung. Bus masih sepi. Katanya sih berangkat pukul setengah 7 malam. Kami puas-puaskan diri kami di kursi empuk itu. Waktu menunjukkan pukul 6 sore. Satu persatu penumpang datang. Mereka melihat-lihat rak tas diatas tempat duduk sambil melihat kertas bawaannya. Sepertinya mencocokkan sesuatu. Jika dirasa pas, kemudian mereka duduk. Hingga akhirnya ada 2 orang wanita berdiri didepan tempat duduk kami. Seperti tidak percaya, berkali-kali ia melihat kertasnya, dan melihat rak tas diatas kami. Begitu beberapa kali hingga akhirnya orangnya berkata, “mas, ini tempat duduk kami”. Oh my God, bus ini bertiket. Bergegas kami pergi dari “singgasana” sementara kami saat itu. Sambil menahan rasa malu, kami bertanya pada kondektur, “pak, harus beli tiket dulu ya?”, si kondektur mengangguk sambil melanjutkan nonton bola di ddepannya. Nah, kan benar. Dia menunjuk loket sambil berkata, “belinya disana dik”. Segera kami berlari menuju keloket bus Nusantara untuk beli tiket, dan parahnya.......tiket habis. Dan bus pun akan segera berangkat. Pupus sudah keinginan kami untuk pergi ke pulau impian kami. Ditengah lesunya harapan dan badan kami pasalnya tidak ada lagi bus yang berangkat ke Jepara sore itu, tiba-tiba penjual tiket sebelah bilang, “kalau Kramat Jati mau dik? Sama kok ke Jepara. Malah lebih murah. Cuma 85 ribu. Dapat makan”. Seperti baru mendapatkan mukjizat, tiba-tiba kami menjadi 100%. Mata kami terbelalak. Dan tak tahu harus berkata apa, tiba-tiba mulutku nyeletuk “ada kamar mandinya pak?”. “ada” jawabnya. Yes. Tidak perlu lama-lama segera kubayar orang itu. Aku adalah tipikal orang yang sering ke kamar mandi jika hawa dingin. Begitu pula aku jika berada didalam bioskop. Kami tidak jadi lesu, juga lemah, atau letih, apalagi loyo (4L). Kami seperti dalam perjalanan bertemu kekasih yang sudah berbulan-bulan tidak bertemu. Tidak sabar. Malam perjalanan itu kami isi dengan berkhayal, saling bercerita tentang indahnya pulau itu, dan bergosip tentang rekan kerja kami-tentunya. hehehe. Mimpi pun tidak lepas dari pulau itu. Aku bermimpi bulan madu bersama istriku disana, sedangkan Leo mimpi buka cabang usaha “bebek setan”-nya disana. 23 April 2012 Kami awali pagi kami dengan berada di terminal bus Jepara. Jam 5 pagi waktu setempat. Jalanan masih sepi. Matahari pun belum terang. Kami lanjutkan perjalanan kami menuju pelabuhan Jepara dengan naik becak. Ongkosnya 10 ribu. Kupandangi seisi jalanan yang sepi dan bersih itu. Kubaca satu persatu plang-plang di jalanan. Rumah Sakit Kartini, Koramil Kartini, Jalan Kartini, toko Kartini, Ayam goreng Kartini, Balai Kartini, dan akhirnya pelabuhan Kartini. Semuanya kartini. Kupikir kaya bener orang yang namanya Kartini ini. Dia punya usaha macam-macam di Jepara mulai dari toko sampai pelabuhan semuanya milik Kartini. Hehehe. Bukan kawan, Kartini itu tokoh yang sangat disegani oleh bangsa Indonesia. Catatan pribadinya yang bernama “Habis Gelap Terbitlah Terang” itu yang memacu wanita-wanita Indonesia untuk maju. Dan, Kartini dari Jepara. That’s all. Itulah kenapa, nama Kartini menjadi kebanggaan warga Jepara. Oke, cukup tentang Kartini. Kembali ke topik perjalananku.
Setengah 6 kami sampai di pelabuhan. Masih sangat sepi. Ada sekitar 6 remaja cowok – cewek yang sepertinya juga mau kesana. Ya iyalah, masa mau ke Bali? Sepertinya mereka semua berpasangan. Buktinya sepasang-sepasang diantara mereka saling mesra. Dan sepertinya pula mereka dari Jakarta. Terlihat dari logatnya. Sudahlah, yang penting mereka ga menggigit, aku merasa aman-aman aja. Apa sih? Disana juga ada penjual sop ayam yang lebih mirip disebut sebagai soto ayam bening daripada disebut sebagai sop ayam. Kalau masalah rasa, mohon maaf, saya tidak bisa mengakui kelezatan makanan daerah lain selain Surabaya. Di Surabaya makanan komplit, rasanya tak usah diragukan lagi. Mulai dari Rawon Setan, Bebek Setan, Bebek Mercon, Bakso Tuyul, Bakso Kepala Sapi, Bakso Granat, dll. Dari namanya saja sudah ekstrem, apalagi rasanya. Luar biasa ekstrem. Hehehe. Harga per mangkoknya 7 ribu belum termasuk krupuk atau minum. Supaya lebih afdol infonya, kutambahkan lagi, harga sewa toilet disana 2 ribu. Mau mandi, mau pipis, mau pup, terserah. Sekali masuk 2 ribu. Kebetulan tipe orang sepertiku ini adalah orang yang tidak pernah lepas pup pagi hari, jadi kalau pas pagi ya harus pup. Oya, bagi yang belum tahu, pup itu buang air besar, sedangkan pip itu buang air kecil. Sudah, jangan tanya padaku kenapa namanya begitu. Aku tidak tahu. Sepertinya aku beruntung saat itu. 1 paket ke kamar mandi (1 paket = pip, pup, mandi) kubayar dengan nol rupiah. Lho kok bisa? Iya, lha wong si penjaganya tidak ada. Aku juga bingung harus bayar ke siapa. Hehehehe Kakiku sudah gemeretek kepingin segera berangkat ke kapal. Begitu loket sudah dibuka, segera kubeli tiketnya. Ada 2 pilihan, mau pakai feri (6 jam) atau ekspress (2 jam). Tentunya harganya berbeda. Feri hanya Rp. 28.500 sedangkan ekspress Rp. 69.000. berhubung yang tersedia hari senin saat itu hanya feri, akhirnya kami beli tiket feri. Feri yang akhirnya kukenal bukan bernama Kartini itu berangkat pukul 9 pagi. Nama kapalnya KM. Muria. Seperti nama sunan yang ada disana.
Sekitar pukul 8, orang-orang sudah mulai masuk ke kapal. Masing-masing mencari tempat yang nyaman. Karena memesan tiket ekonomi, kami akhirnya duduk di dek belakang tanpa jendela. Sebenarnya tidak apa-apa, tapi satu hal yang membuat kami menjadi risih disana: lagu dangdut koplo ala sunatan. Weleh-weleh, orang-orang desa itu bukannya menyajikan pengajian untuk anaknya, malah nyewa orkes dangdut dengan adegan-adegan tidak senonoh itu. Si Leo tampak menahan mualnya. Katanya sih karena getaran mesin kapal. Aku juga sama, tapi bukan karena getaran mesin, lebih karena lagu dangdut koplo yang kudengar ini. 6 jam saudara! 6 jam aku harus mendengarkan suara yang tak balance antara bass dan treblenya itu. Belum lagi goyangan-goyangan si penyanyi yang kadang membuat mulut harus komat-kamit mengucap “astagfirullah”. Hadehhh. Ya sudah, nikmati saja. Ujung pulau itu sudah terlihat. Pulau Karimun Jawa. Pulau impianku saat ini. Pulau yang katanya bule “The Last Paradise In The World”. Pulau yang katanya Juned, Luki, Ayos, Giri, dll – teman-temanku yang sudah kesana – sebagai pulau Amazing. Jejingkrak’an aku didalam kapal. Kira-kira setengah jam lagi aku menginjakkan kakiku dipulau itu. Kegiranganku harus kutahan demi menjaga nama baikku, keluargaku, istriku, tempat kerjaku, dll apalagi saat emosi sudah hampir tidak bisa terkontrol, tiba-tiba ada orang sebelahku menyapaku. Dia memperkenalkan dirinya sebagai Mas Kuntet. Aku sebutkan lagi namanya, siapa tahu aku salah dengar. Aku juga tulis namanya di Hpku, hanya untuk memastikan namanya benar-benar K.U.N.T.E.T. Dia meng-iya-kan. Ya sudah. Dia menanyakan, apakah aku ikut paket? Dalam istilah penduduk setempat, paket adalah jasa yang dijual oleh pramuwisata disana yakni berupa makan, tidur, snorkling, foto, jalan-jalan, dan guide. Biasanya 2 hari 3 malam (sabtu – selasa atau jumat - senin). Harganya macam-macam tergantung fasilitas yang diinginkan seperti mau tidur di homestay, atau rumah apung, atau hotel. Mau makan rumahan atau restoran. Mau snorkling bersama orang lain atau sendiri. Dll. Semuanya menentukan besar kecilnya harga. Biasanya paket berkisar antara 500 rb hingga jutaan per orang. Aku sendiri tidak menggunakan jasa paket. Bisa kok. Kami tiba disana. Menginjakkan kaki pertamaku disana. Ingin rasanya mengusir orang-orang disekitarku, agar aku bisa meluapkan kegiranganku. Jingkrak-jingkrak sambil teriak ga jelas. Menari-nari sambil bernyanyi lagunya Elo “Masih Ada” atau “I’m yours”-nya Jason Mraz. Keberadaan mereka hanya membuatku menahan itu semua. Lagi-lagi demi nama baik. Nama baik, saudara! Beruntung mas Kuntet menunjukkan aku medan disana. Dia mengajak kami tinggal di homestay bernama “Prapatan” dengan harga 70 rb per malam. Letaknya memang di perempatan jalan menuju ke kota. Ketika aku bilang “kota”, Jangan bayangkan kota seperti Jakarta atau Surabaya dengan gedung-gedung yang menjulang tinggi ya. Itu hanya sebutan orang setempat untuk daerah dengan fasilitas kantor-kantor pemerintahan, bank, dan beberapa toko. Pemilik homestay Prapatan ini adalah sepasang kakek-nenek yang tampak senang ketika kami datang. Keduanya langsung sibuk menyiapkan kamar. Si bapak memastikan kamar dalam kondisi bersih. Si ibu memasakkan air panas untuk kami, lalu menyajikannya bersama dengan teh celup, kopi, dan gula. Untuk menikmati itu semua, kami harus meraciknya sendiri. Mas Kuntet juga menawarkan aku untuk ikut snorkling bersama orang-orang yang memang sudah beli paketan. Harganya 130 rb per orang. Hanya 1 hari saja dari jam 9 sampai jam 6 sore (sunset). Sudah termasuk guide dan makan siang. Kami deal. Sore itu kami isi dengan berkeliling pulau dengan motor Mio yang ditawarkan oleh si kakek. Semoga si Mio ini tidak mudah meledak-ledak seperti yang sering kutemui di Surabaya. Hehehe. Kami melihat ada alun-alun, ada homestay yang berjajar sepanjang jalan, ada beberapa kantor pemerintahan, ada sekolah SD, SMP, SMK, dan Madrasah Ibtidaiyah. Ada pula nelayan-nelayan yang sepertinya baru datang dari melaut. Bawaannya cukup banyak, bergentong-gentong ikan laut. Ada juga orang Cina dari Surabaya yang mau Prewed disana. Orangnya ramah. Kebahagiaan tampak jelas dimukanya. Mau nikah kali, makanya kayak gitu. Hehehe.
Warung makan disana cuma 1. Jenisnya warung Prasmanan. Ada di pinggir alun-alun. Pemiliknya orang sunda yang sering marah-marah ke pegawainya. “hei kau, masa dandan lebih dari 1 jam. Ini ada orang mau makan, layani!” katanya sambil teriak ke gadis dibalik kamar. Si pemilik sendiri adalah pria berumur sekitar 38 tahunan. Berperawakan tegap seperti ABRI apalagi potongan rambutnya cepak. Mas Kuntet bilang, warung ini paling laris. Setiap hari tidak pernah sepi (ya iyalah, cuma 1 doang!) lalu bilang juga kalau si bapak itu belum nikah. So what gitu loh mas? Ini kok malah jadi bergosip ria. Hehehe Makanan disana berkisar antara 8ribu hingga 10 ribu. Makanan rumahan. Tidak apa yang penting bisa makan. Hehehe Malam hari kami gunakan untuk ngobrol-ngobrol dengan mas Kuntet tentang pulau Karimunjawa. Katanya, pulau nan mempesona ini telah banyak dikunjungi turis-turis dari berbagai penjuru dunia. Kebanyakan mereka ingin melakukan survei tentang kehidupan bawah laut. Mas Kuntet juga bercerita pada kami tentang pengalaman-pengalamannya selama menjadi guide di pulau itu. Ada yang lucu, ada yang menyedihkan, ada pula yang bikin jengkel. Sisa malam itu kami gunakan untuk berbelanja oleh-oleh di depan penginapan kami. Beberapa toko souvenir berjajar disana. Toko-toko itu menjual aneka macam kerajinan dari bahan laut, kaos, dll. Tidak perlu kuatir, harganya murah-murah kok. Baju ukuran dewasa hanya 40 ribu saja. Hampir sama seperti harga baju di pulau Jawa. Dan pilihanku jatuh pada gambar kura-kura diatas tulisan “Karimun Jawa” warna ungu. Aku beli 3 untuk teman-teman kerjaku di Surabaya.

Label:

Selasa, 28 Februari 2012

Gadis yang tak tahu malu!



kisah ini dipersembahkan untuk orang yang masih percaya bahwa impian itu bisa dicapai asal ada semangat.





Tidak seperti biasanya, kulihat gadis itu murung. Dari tadi ia sesenggukkan, menundukkan mukanya. ia tidak peduli dengan orang-orang yang seliweran masuk rumah kosnya. Juga tidak peduli dengan lalu lalang kendaraan yang lewat depannya. Kami duduk didepan kosnya saat itu. Kubiarkan ia memuaskan tangisnya.



Lalu ia mengangkat mukanya dan mulai bicara. Kemarin malam, tepatnya sepulang kerja dari project dosennya, ia berteduh di salah satu tempat di kampusnya. Hujan sangat deras waktu itu, juga gelap. Begitulah karakter kampus kalau malam hari.



Tiba-tiba ia melihat ada seorang pria setengah baya naik sepeda datang dari arah jalan. Pria itu juga ingin berteduh sepertinya. Bajunya sudah basah total. Di keranjang sepedanya terlihat ada sisa bungkus nasi, dan 1 botol besar air minum. Tidak tahu, apakah itu air asli pabrik atau air masakan dari rumah. Itu tidak penting.



Si pria bertanya padanya dimana arah jalan keluar. Dikampus sebesar kampusnya memang agak sulit bagi pendatang baru untuk menemukan jalan keluar, apalagi malam seperti itu. Dia lalu menunjuk gerbang masuk yang juga gerbang keluar.



Untuk memecah suasana, dia bertanya pada pria yang terlihat sangat kedinginan itu:

“dari mana pak”

“dari perumahan sebelah sana mbak” jawabnya

“sedang apa disana?” tanyanya lagi

“sedang cari kerja mbak. Sebagai kuli bangunan”

“lalu...?” dia bertanya lagi

“saya tidak diterima mbak”

Seketika itu juga dia langsung menaruh perhatian pada cerita si bapak itu. Lalu bertanya lagi, “lho, rumah bapak dimana?”

“saya dari Jombang mbak”

Ia kaget, “apa? Dari Jombang? Naik sepeda?”

Si bapak hanya mengangguk mengiyakan dan melanjutkan, “saya berangkat dari sana jam 5 pagi. Berbekal nasi bungkus dari istri saya dan harapan besar untuk diterima kerja jadi kuli bangunan. Tapi nyatanya.......”



Dia tidak bisa berkata apa-apa, hanya bisa membetulkan posisi jilbabnya yang menutup pandangannya...



Si bapak melanjutkan, “nyari kerja sulit ya mbak......”

Semakin iba ia pada si bapak tua ini. Dilihatnya isi dompetnya, diambillah semuanya. Diberikan semua pada si bapak tanpa melihat berapa jumlahnya. Seingatnya, dompetnya masih tersisa 250 ribu.



Sambil sesenggukkan menangis, ia cerita padaku ketika ia melihat tangan bapak yang bergetar kedinginan, mungkin juga kelaparan dan kelelahan, menerima pemberiannya. Ia juga mengingat betapa muka si bapak begitu ceria dan sudah tidak terhitung jumlah “terima kasih” yang diucapkannya. Si bapak tidak bisa berkata apa-apa selain syukur.



Dia meminta si bapak untuk menunggu sebentar. Dia hendak ke ATM yang jaraknya tidak jauh dari tempat ia berteduh. Masih satu atap. Dia lalu melihat sejumlah uang hasil gaji pertamanya bekerja di dosennya. Ia berniat menyerahkan semuanya (subhanallah, SEMUANYA) ke bapak itu.



Dia kegirangan, karena dia menemukan sebuah kesempatan untuk berbuat baik. Dengan memasang muka ceria namun empati, ia mencoba menghampiri bapak itu lagi.



Dia diam, dan menangis lebih dalam didepanku. Dia bilang, dia tidak bertemu dengan bapak itu. Si bapak itu pergi entah kemana. Padahal itu masih hujan deras. Dia mencoba untuk melongok kesana kemari, namun tidak ditemukan juga si bapak itu. Dia mencoba melayangkan pandangannya jauh ke gerbang kampus namun tidak juga ia melihat sosok orang naik sepeda. Aneh memang.



Ketika kutanya mengapa ia menangis, ia menjawab “gus, aku telah kehilangan kesempatan untuk berbuat baik. Aku menyia-nyiakannya. Aku jengkel pada diriku sendiri”

---

Subhanallah kawan, sungguh saya sangat bersyukur telah memiliki seorang kawan yang luar biasa seperti dia dan menjadi orang pertama yang bisa menikmati kisah indah ini. Bisa jadi si bapak itu adalah malaikat yang sedang menyamar.



Si gadis lugu itu dari pelosok desa di Banyuwangi yang datang ke Surabaya tanpa modal apapun (termasuk restu orang tua) untuk mengejar impiannya bekerja di perusahaan pertambangan. Setamat SMA, ia melanjutkan pendidikannya di kampus teknologi terbesar di Indonesia Timur jurusan teknik lingkungan.



Dia seorang gadis yang tidak malu bekerja apapun asalkan halal.



Dia seorang gadis yang tidak pernah malu untuk bertanya, bahkan mengulang pertanyaannya jika memang ia tidak mengerti.



Dia seorang gadis yang tidak pernah malu naik sepeda kemana-mana ditengah kawan-kawannya yang sudah gonta-ganti mobil.



Dia seorang gadis yang tidak pernah malu jika harus makan sisa makanan orang di warung makan sebelah kosnya jika ia tak memiliki uang.



Dia adalah kawanku – Ika, yang saat ini sudah meraih impiannya bekerja di pertambangan Pertamina di Kalimantan. Dia juga yang menjadi partner sosialku. Dia juga yang pertama kali memberiku novel “Laskar Pelangi” yang didalamnya ada sebuah note yang berisi “aku ingin Gusti menyelamatkan Lintang-Lintang yang lain. Buku ini kuberikan pada Gusti. Gratis”



Bangga punya kawan sepertimu, mbak Ika. Biar kutularkan semangat kebaikanmu ini pada semua orang yang kukenal. Biarkan kami menjadi orang yang tak pernah takut bermimpi sepertimu. Ijinkan kami menduplikat kebaikan hatimu.



:(

Label:

Senin, 27 Juni 2011

Kemilau Emas Dari Timur

“dimana ada pertemuan, pasti ada perpisahan”

Pepatah itu memang benar adanya. Sebuah pepatah yang membuat kita belajar bahwa tidak ada yang abadi didunia ini kecuali Tuhan. Namun kawan, apa yang kamu rasakan jika perpisahan itu belum pada “saat”nya?

Itulah yang aku rasakan saat ini.

Inilah kisahku tentang perpisahan yang (andai ia tahu) aku sangat sayang padanya. Sayang seorang guru yang teramat sangat pada muridnya. Eric, itu nama muridku.
Kawan, masih ingatkah kamu betapa aku sangat merindukan papua? Sebuah tempat yang sangat aku idam-idamkan. Sebuah tempat yang menjadi no 1 dalam urutan tempat yang ingin aku kunjungi.

Tepat disaat kerinduan yang amat besar pada papua itulah si Eric datang. Dia menceritakanku tentang papua. Membuatku merasa sedikit terobati.

Perkenalan ini pun berlanjut dengan proses belajar mengajar. Dia mendapatkan nilai-nilai bagus di mata pelajaran yang aku ajarkan. Dan aku masih ingat, pada saat itu aku rela memberikan nilai diatas 90 untuk karya syntax hurufnya. Dia menggabungkan huruf “E” dan “R” menjadi sebuah bentukan yang unik. Sebuah karya yang belum terpikirkan oleh kawan-kawannya.

Namun kekagumanku bukan berhenti sampai disana kawan. Dia anak yang sopan. Punya kemampuan berkomunikasi yang baik, dan satu hal: dia punya ambisi yang besar untuk maju. Inilah yang membuatnya beda diantara kawan-kawannya.

Entah mengapa, sampai sekarang aku masih kagum dengan orang-orang yang semangat. Masih ingat murid-murid luar biasaku seperti Arif, Maulida, dan anak-anak aulia yang lain? Ya, sejenis itulah si Eric, namun aku menemukannya di sekolah tempat aku mengajar. Di SMK IPIEMS ini.

Kawan, andai kamu tahu, tidak banyak aku menjatuhkan kekagumanku pada orang lain. Di sekolah ini pun, rasa kagum itu hanya jatuh di beberapa orang saja. Salah satunya adalah pada si Eric ini.

Perjalanan sekolah pun berlanjut dengan kemampuannya menguasai software-software dengan cepat. Jauh lebih cepat dari teman-temannya.

Lalu aku berkaca pada diriku sendiri: seusianya, aku masih jauh dari kemampuan yang dimilikinya sekarang. Sungguh dia adalah anak yang hebat berbakat. Aku menyebutnya: kemilau emas dari timur. Seorang anak yang hebat dari negeri ujung Indonesia – Merauke.

Entah mengapa tiba-tiba aku merasa dia menjadi sedikit sombong. Kemampuannya ini menutup mata dan hatinya bahwa segala yang dia miliki juga pemberian dari orang lain. Beberapa masukan dan arahan ditampiknya dengan enteng. Dia merasa menjadi jago dengan sendirinya. Beberapa sikap dan ucapannya mencerminkan itu.

Kawan, dari sanalah hubunganku menjadi sedikit lebih longgar dengannya. Masalah menjadi rumit ketika beberapa sumber mengatakan bahwa dia menjadi provokator untuk membenciku sebagai guru. Jujur kawan, aku tidak tahu dari sisi mana dalam diriku, yang membuatnya menjadi sedemikian bencinya.

Lalu, ketika ego bertemu ego, saling tidak menyapa pun terjadi, apalagi aku tidak mengajar dia lagi. Aku sendiri merasa hak-ku sebagai guru yang (semestinya) dihormati tidak kudapatkan. Maka siapa yang bisa bertahan dengan kondisi yang seperti itu? Aku pun menjadi malas berhubungan dengan dia. Tapi kawan, percayalah tidak ada satu pun guru dan orang tua yang menginginkan hubungan yang tidak harmonis dengan anaknya dan muridnya.

Jujur kawan, aku punya banyak kesempatan yang semestinya bisa dia dapatkan: kesempatan lomba, beasiswa, ilmu, seminar, dll. Namun karena hubungan ini tidak baik, maka kesempatan itu pun aku berikan pada muridku yang lain. Kawan, dengarkan. Sebenarnya aku menyesalkan hal ini. Namun hati picikku mengatakan, “ah biarlah, toh si Eric juga tidak tahu”. Bukan itu kawan. Aku tidak seperti itu. Aku menginginkan dia yang mendapatkan. Dia juga muridku, dia pantas mendapatkannya.

Kawan, aku ingin kau tahu. Bukan kebencian yang membuatku tidak mau bicara dengannya. Hanya waktu. Ya, hanya waktu. Aku tidak memiliki kesempatan untuk bicara dengannya. Aku tidak pernah mengajarnya lagi. Aku juga tidak ada urusan dengannya. Itu juga yang berlaku pada murid-murid seangkatannya.

Kawan, sungguh aku menyesalkan hal ini. Aku benci dengan kesibukan. Aku ingin punya banyak waktu dan kesempatan. Aku ingin lebih dekat dengan murid-muridku terutama “si emas dari timur”. Aku ingin melihat dari dekat betapa jauh lebih hebatnya dia sekarang. Melihat karya-karyanya. Melihat skillnya. Ah…….biar doa ini saja yang mengiringinya untuk menjadi yang terbaik di setiap waktunya. Biarlah aku dengan kesibukanku.

Terakhir aku mendapat kabar dari pembimbing magangnya, bahwa Eric menjadi siswa unggulan di tempat magangnya. Perusahaan pun menjadi sangat puas dengan kinerjanya. Dan ia dapat kesempatan kerja ditempat itu. Sebuah doa yang terkabulkan. Sungguh kawan, aku masih menyimpan girang ini dalam hati.

Tahu kawan, sebuah kabar mengejutkan, si emas dari timur itu mau meninggalkan sekolah ini. Dia hendak pindah sekolah di daerah lain. Tahukah kau kawan perasaan ini? Tidak karuan.

Membayangkan aku tidak akan bertemu dengannya lagi, menjadi sebuah ketakutan tersendiri bagiku.

Itu salah satunya. Dan hati ini menjadi lebih tidak tenang ketika tersadarkan bahwa ia hendak pindah disekolah yang mutunya masih dipertanyakan. Sungguh kawan, aku tidak rela. Aku tidak rela. Tak apalah jika dia hendak pindah disekolah yang lebih bagus dari sekarang, aku akan rela. Namun ini?

Bukan aku bermasalah dengan sekolah itu, kawan. Tapi permasalahanku adalah dengan masa depan si muridku.

Berbagai pertanyaan (yang mungkin konyol) berjibun diotakku ini:
Apakah dia bisa mempertahankan keunggulan ini?
Bisakah dia menjadi lebih hebat dengan fasilitas (yang mungkin) seadanya?
Bisakah dia lulus dengan baik disana?
Dan bisakah dia bekerja dengan baik nantinya?


Kawan, aku sudah cerita padanya, bahwa bisa jadi 1 tahun kedepannya adalah satu tahun yang akan berat baginya. Dengan fasilitas dan sistem belajar disana, bukan tidak mungkin, dia menjadi stagnan. Semoga perusahaan yang menjanjikannya pekerjaan nantinya bisa mempertahankan komitmennya untuk menerimanya kembali. Sungguh kawan, aku takut, permasalahannya dunia yang digelutinya sekarang, perubahannya amat sangat cepat. Bisa jadi perusahaan itu akan menemukan orang yang lebih baik dari Eric.

Entahlah,

Kawan, aku mencoba menawarkan solusi padanya. Berharap agar ia bisa bertahan disekolah ini yang hanya tinggal selangkah lagi. Berharap agar suatu saat kelak aku punya kesempatan untuk bisa kembali akrab dengannya.

Namun sepertinya dia masih membenciku. Sebuah benci yang aku sendiri tak tahu mengapa. Kawan, semoga kita semua terhindar dari fitnah. Dan kawan, mohon doakan agar aku dan dia tidak menjadi korban fitnah dari keadaan selama ini.

Dia (sepertinya) menolak tawaranku.

Kawan, solusi ini adalah sebuah cara yang sudah kupikirkan matang-matang untuk membuktikan betapa aku sangat sayang padanya. Aku bukan tipe orang yang mengucapkan rasa sayangnya, walaupun semestinya aku sangat ingin menjadi orang yang pandai mengucap sayang. Entah mengapa bibir ini selalu kaku untuk mengatakan sayang meskipun itu untuk orang tua sendiri.

Kawan, kau yang ada disana, disebuah negeri dalam khayalanku, jika kau bisa tahu apa yang aku rasakan, maka tolong sampaikan aku sangat sayang pada semua muridku terutama dia. Sampaikan juga rasa maafku yang teramat dalam atas kesalahan yang pernah kuperbuat. Sungguh aku tidak ingin “kemilau” itu menjadi pudar karena salah tempat. Tuhan, kumohon pada-Mu jaga ia baik-baik. Biarkan ia tetap berkilau disana.


-Sebuah catatan keresahan seorang guru-

Label:

Kamis, 09 Juni 2011

pendaftaran sekolah kreatif SMK IPIEMS

pendaftaran sekolah kreatif SMK IPIEMS sudah dimulai.....
ayo segera mendaftar!



Link and Match Program

oleh: Gusti Mohammad Hamdan, ST

Aku mendengar kata ini sejak aku berada di STEMBA. Bu Yekti yang mengenalkanku ketika aku bertanya apa bahasa inggrisnya PKL (Praktek Kerja Lapangan). Hari ini aku sangat beruntung karena aku bertemu langsung dengan penggagasnya. Beliau, pak Wardiman Djojodiningrat. Sebuah nama yang wajib dihafalkan sebagai nama menteri Pendidikan dan kebudayaan pada era orde baru.

Program ini adalah sebuah jawaban atas permasalahan bangsa yang sudah sangat klasik yakni pengangguran. SMK sebagai sebuah institusi yang mencetak lulusan kerja diharapkan benar-benar mampu mengurangi angka pengangguran di negeri kita tercinta Indonesia ini. Untuk membekali siswa SMK dengan keterampilan kerja dan mengenalkan mereka pada dunia kerja, maka pemerintah mencanangkan program Link and Match yakni program magang di perusahaan yang sesuai dengan jurusan yang diambil siswa.

Pada saat itu pemerintah bersama dunia industri telah membuat sebuah silabus untuk mengatur pelaksanaan Link and Match program ini. Di Jakarta pada saat itu, beberapa industri telah melaksanakan silabus tersebut dengan tiap beberapa siswa akan mendapatkan satu pembimbing dari perusahaan dan sekolah. Satu bulan siswa akan mengerjakan pekerjaan A, lalu bulan berikutnya B, berikutnya C, dst. Program ini (sejatinya) mampu membuat siswa SMK menjadi lebih terampil dan menjadi siap kerja. Namun dalam pelaksanaannya, program ini tidak berjalan mulus. Beberapa sekolah menempatkan siswa di perusahaan yang kurang tepat. Hal ini mengakibatkan siswa menjadi bingung apa yang harus dilakukan. Satu kasus yang diangkat pada saat itu adalah tentang sekitar 200 siswa magang di sebuah perusahaan raksasa di bidang otomotif di Jakarta. Pada seminggu awal melakukan magang di perusahaan, sekitar 20% dari siswa membolos, selebihnya kurang memiliki attitude / sikap yang baik. Setelah ditanya tentang alasan membolos, (diluar dugaan) ternyata siswa bingung tidak tahu harus berbuat apa di perusahaan tersebut.

Link and Match program menuntut sebuah sekolah untuk memberikan pelatihan terlebih dulu pada siswa tentang lingkungan kerja. Beberapa diantaranya adalah tentang disiplin, sikap, dan kompetensi siswa yang berkualitas. Ini bisa dilatih ketika siswa berada di lingkungan sekolah. Jam datang misalnya. Siswa harus dilatih untuk datang tepat waktu, tidak terlambat dan tidak membolos. Kenyataannya di sekolah, jika siswa terlambat, maka sekolah masih memberi toleransi, bahkan (beberapa sekolah) toleransinya sangat besar. Ini membuat siswa tidak terlatih disiplin dari sisi waktu.

Selain itu dunia industri juga menuntut siswa untuk memberikan hasil kerja yang maksimal. Misal, perusahaan Televisi. Jika kondisi TV yang diproduksi bagus, maka akan diberi kode “Accept”, sedangkan jika kondisi produksinya buruk, maka akan mendapatkan kode “Reject”. Dunia industri sangat ketat terhadap mutu hasil produksi, maka untuk itu dibutuhkan karyawan yang benar-benar mampu bekerja dengan baik. Kenyataannya berbeda dengan pendidikan di sekolah. Jika siswa melakukan kesalahan, maka siswa masih diberi nilai standar, bahkan jika siswa melakukan kesalahan pun toleransinya masih cukup besar. Ini sangat tidak mendidik siswa untuk bisa memberikan kualitas kerja yang optimal.

Saat ini dunia sekolah menjadi dilemma seperti “daging hamburger” yang diapit oleh dua roti. Bingung menentukan pilihan, apakah harus mengikuti standar yang diinginkan dunia industri sehingga harus menerapkan sistem pendidikan yang ketat dan super disiplin, ataukah mengikuti arahan dari pakar-pakar psikolog tentang kelembutan dalam pendidikan yang telah mendapatkan persetujuan dari pihak-pihak hukum. Jika sebuah sekolah menerapkan kedisiplinan pada siswanya, lalu memberikan hukuman pada siswa yang terbukti bersalah, maka pihak orang tua dan lembaga hukum anak tidak menyetujuinya dan akan menyalahkan sekolah atas keketatannya. Namun jika terlalu disayang, maka anak tidak bisa berkembang terutama dalam pendidikan sikap dan perilaku.

Itulah kebingungan yang dihadapi oleh sekolah. Untuk menanggulangi hal ini, sekolah harus memiliki karakter sendiri bagaimana bisa menghadapi kedua hal tersebut secara bersamaan. Kata Bang Jay, seorang pakar bisnis dan pelatihan mental mengatakan bahwa dia pernah diundang untuk bicara didepan siswa dan orang tua siswa tentang pentingnya sebuah penanaman sikap dalam sebuah kegiatan rapat guru dan orang tua siswa. Ini bisa ditiru, karena menurut beliau hasilnya cukup optimal. Beberapa orang tua menjadi sadar bahwa jika mereka menitipkan anaknya disekolah, maka pihak sekolah punya kewenangan untuk juga mendidik anak tersebut. Dan salah satu bentuk pendidikan yang diajarkan disekolah adalah mengenai sikap.

Beberapa keluhan dunia industri ini dinilai wajar, karena tidak ada satu pun manusia didunia ini yang mau memiliki anak buah yang tidak memiliki sikap yang baik, seperti: sering berbohong, tidak pernah tepat waktu, tidak mau menerima masukan, dll. Untuk itu, maka selain kompetensi, sikap juga akan terus menjadi pertimbangan dunia industri untuk menerima karyawan. Dengan Link and Match program, pemerintah berusaha untuk menjawab permasalahan ini dengan cara membekali siswa dengan pengetahuan dan pelatihan dunia kerja.

Link and Match program juga menuntut sekolah untuk memilihkan dunia industri yang tepat pada siswa, baik pada saat magang maupun pada saat lulus. Contoh kasusnya adalah jumlah lulusan SMK jurusan otomotif di daerah Bondowoso sangat tinggi. Ini tidak sebanding dengan kebutuhan dunia industri otomotif di daerah itu. Sekolah yang menerapkan Link and Match program dengan baik akan mengarahkan siswanya untuk bekerja di daerah dimana daerah tersebut membutuhkan tenaganya.

Bagi siswa yang hendak melakukan magang atau kerja di industri yang bidangnya tidak sesuai dengan apa yang telah dipelajarinya di sekolah, maka sekolah bisa mengarahkan jenis-jenis pekerjaan apa saja yang bisa dikerjakan oleh siswa tersebut di perusahaannya YANG TERKAIT DENGAN JURUSANNYA. Salah satu contoh adalah siswa jurusan desain grafis melakukan magang di instansi dinas perindustrian. Sekilas memang tidak ada keterkaitan antara jurusan yang dipelajari siswa dengan departemen dimana siswa berada. Namun demikian, sekolah bisa mengarahkan siswanya untuk lebih kreatif dalam memandang sebuah pekerjaan, seperti: mengerjakan brosur dinas perindustrian, pembuatan kemasan untuk UKM-UKM binaan dinas perindustrian, dll. Dengan melakukan pekerjaan yang sesuai, maka kompetensi siswa bisa terarah dan hasil kerja siswa akan lebih optimal.

Link and Match program kini hanya wacana. Buktinya hingga sekarang tidak ada sekolah yang benar-benar menyiapkan siswanya untuk siap terjun didunia kerja. Mereka hanya mengajarkan siswanya pelajaran sesuai dengan kurikulum yang dibuat. Tidak ada pendidikan sikap. Tidak ada pelatihan dunia kerja. Beberapa sekolah bahkan membiarkan siswanya mencari tempat magang sendiri tanpa tahu pasti apa yang bisa dikerjakan oleh siswa di perusahaan tersebut. Beberapa sekolah juga tidak memantau apakah siswanya masuk atau tidakkah pada saat magang. Semuanya lepas kendali. Bukan seperti itu tujuan dari Link and Match program ini.

Saat ini bpk Wardjiman bersama gubernur DKI Jakarta Bp. Fauzi Bowo sedang merumuskan konsep baru tentang magang siswa SMK yang bertajuk PPKSK (Program Pelatihan Kompetensi Siap Kerja). Setelah dipaparkan oleh beliau tentang program ini, saya menemukan perbedaan pada pembangunan mental guru dan pembangunan infrastruktur. Kasus yang diangkat adalah sekolah yang ada di Jakarta. Dengan siswa berjumlah lebih dari 600 siswa, sedangkan computer yang dimiliki hanya 10 unit. Ini tidak berimbang. Semestinya pada saat berada di laboratorium komputer, setiap siswa harus memegang satu komputer. Itu idealnya.

Pada saat ditanya, apakah memungkinkan program PPKSK diterapkan di Jawa Timur khususnya Surabaya yang saat ini lebih dikenal sebagai kota vokasi, beliau hanya menjawab “jika saya diminta oleh gubernur atau pejabatnya, maka saya mau”. Lanjutnya, guru-guru harus bersatu untuk merayu gubernur agar mau meminta beliau menerapkan program ini di daerah Jawa Timur. Ya semoga apapun nama programnya, itu bisa menjadikan Indonesia ini menjadi lebih baik.

Label:

Selasa, 05 April 2011

kangen

hai blog! apa kabarmu?
maaf dah terlalu lama sibuk dengan diri sendiri.
aq mau nulis lagi. tunggu ya. doakan saya ya agar cepat selesai semua urusan

Senin, 12 April 2010

new logo experiment






which one is better?

Label:

Senin, 05 April 2010

sekolah kreatif SMK IPIEMS







Era teknologi informasi telah berlalu. Saat ini dunia sedang memasuki era industri kreatif, yakni sebuah era yang mengedepankan ide dan konsep kreativitas sebagai komoditinya. Bidang-bidang yang masuk dalam industri kreatif diantaranya adalah Arsitektur, Musik, Fashion, Desain Komunikasi Visual, Multimedia, Perfilman, dan lain-lain. Orang-orang yang menguasai dibidang-bidang itulah yang sangat dibutuhkan di era ini.

Untuk mencetak insan-insan kreatif dibutuhkan sekolah kreatif yang mengajarkan pada siswanya untuk selalu berkarya dan menciptakan hal-hal baru. Kreatifitas bukanlah sebuah bakat, namun merupakan sebuah proses pembelajaran. Untuk itu kreatifitas perlu diajarkan sejak dini.

SMK IPIEMS sebagai sekolah kreatif merupakan satu pilihan tepat untuk mencetak anak kreatif yang akhirnya mampu bersaing di era industri kreatif ini. Program dan fasilitas yang dimiliki oleh SMK IPIEMS sangat memadai untuk dikatakan sebagai sekolah kreatif. Untuk itu maka SMK IPIEMS dengan bangga mengenalkan dirinya sebagai sekolah kreatif di masyarakat umum terutama di Surabaya.

Label: