hari 2: hari apung
Hari kedua tiba.
Kami berada di terminal Ubung, Denpasar Bali. Pun sama, kami “diserang” calo. Dan sepertinya calo-calo di Bali lebih keras dari Jawa. Apa mungkin karena berbeda budaya dan bahasa ya? Aku menolak mereka dengan alasan dijemput. “kami dijemput pak” itu saja yang sering aku katakan.
Kami sendiri sebenarnya juga bingung. Kami muter-muter di terminal itu. Mungkin inilah yang membuat para calo agak jengkel dengan kami, katanya di jemput tapi masih sliweran di terminal. Mereka pun menggerutu dengan bahasanya sendiri. Ah, emang gue pikirin. Aku lalu menghubungi Eko, teman sekolahku dulu.
Tak lama kemudian, ia pun datang. Kami dibelikan sarapan di Rumah Makan Padang di depan terminal. Ah enak rasanya.
Makna hidup no 3 : teman adalah orang yang bisa membantu kita disaat genting sekalipun.
Dan kami lalu melanjutkan perjalanan kami hingga ke pelabuhan Padang Bai. Kami naik angkutan dulu sampai di terminal Batu Bulan di Bali, lalu dilanjutkan naik bis hingga ke pelabuhan. Kami turun dipertigaan Padang Bai. Lalu kami berjalan sekitar 1 km. tiba disana sekitar pukul 11 WITA.
Pelabuhan Padang Bai dan Lembar terkenal dengan calonya yang luarbiasa sangat meresahkannya. Tahun kemaren saja, kami kena tipu di 2 tempat itu. Akhirnya kami putuskan untuk menjadi “tokek budheg”. Kami cuekin aja calo-2 itu.
Kami langsung beli tiket dan lalu naik kapal ke Lombok.
Seperti biasa, kapal masih didominasi oleh turis asing yang ingin berlibur ke Lombok.
Kami tiba di pelabuhan Lembar sekitar pukul 4 sore. Tidak ada yang special untuk diceritakan.
Kami langsung naik angkutan menuju ke terminal Sweta, Mataram. Dan lagi-lagi kami mendapat kabar kalo terminal Sweta jauh lebih berbahaya, bahkan lebih berbahaya dari pelabuhan Syahbandar Lampung. Calonya sangat memaksa, dan banyak copet disana.
Kami lalu menaiki engkel (sejenis mobil colt bison) ke arah Pancor Selong, Lombok Timur.
Disana kami berkenalan dengan ibu yang sangat baik hati yang akhirnya menjadi “ibu angkat” kami selama kami di Lombok. Namanya bu Haji Ijun. Orangnya sangat baik. Sangat-sangat baik. Dari awal kenal, kami langsung diajaknya dirumahnya. Dijamunya dengan baik, bahkan ketika kami bilang kalo kami hendak ke Rinjani, beliau langsung membawakan kami bekal yang sangat banyak.
Luar biasa orang ini, pikirku. Aku sudah speakless. Aku sudah tidak bisa menghitung berapa “terima kasih” yang sudah kami ucapkan. Beliau sangat baik. Pengetahuannya sangat luas. Ketiga anaknya telah berhasil. Semuanya ada di kota-2 besar Jakarta, dan Surabaya. Lulusan ITS, dan UI. Ah pokoknya speakless. Kami tidak menyangka orang dengan penampilan sangat sederhana layaknya orang asli Lombok, namun pengetahuannya melebihi orang kota. I am really speakless.
Makna hidup no 4 : jangan melihat orang dari penampilannya.
Makna hidup no 5 : seperti kejahatan, kebaikan itu ada dimana-mana. Tinggal pilih saja, kita mau menjadi orang baik atau menjadi orang jahat.
Kami lanjutkan perjalanan sampai ke Pancor. Kerumah om Herman. Kebetulan saat itu si Capres Jusuf Kalla lagi ada disana.
Ok, ini adalah laporan keuangan selama perjalanan dari sby sampai ke Lombok.
Kereta Sby-Bwgi Rp. 19.500
Feri ke Bali Rp. 5.700
Bis ke Ubung Rp. 25.000
Angkutan ke Batu Bulan Rp. 7.000
Bis ke Padang Bai Rp. 15.000
Feri ke Lombok Rp. 31.500
Angkutan ke Sweta Rp. 15.000
Angkutan ke Pancor Rp. 10.000
Kami berada di terminal Ubung, Denpasar Bali. Pun sama, kami “diserang” calo. Dan sepertinya calo-calo di Bali lebih keras dari Jawa. Apa mungkin karena berbeda budaya dan bahasa ya? Aku menolak mereka dengan alasan dijemput. “kami dijemput pak” itu saja yang sering aku katakan.
Kami sendiri sebenarnya juga bingung. Kami muter-muter di terminal itu. Mungkin inilah yang membuat para calo agak jengkel dengan kami, katanya di jemput tapi masih sliweran di terminal. Mereka pun menggerutu dengan bahasanya sendiri. Ah, emang gue pikirin. Aku lalu menghubungi Eko, teman sekolahku dulu.
Tak lama kemudian, ia pun datang. Kami dibelikan sarapan di Rumah Makan Padang di depan terminal. Ah enak rasanya.
Makna hidup no 3 : teman adalah orang yang bisa membantu kita disaat genting sekalipun.
Dan kami lalu melanjutkan perjalanan kami hingga ke pelabuhan Padang Bai. Kami naik angkutan dulu sampai di terminal Batu Bulan di Bali, lalu dilanjutkan naik bis hingga ke pelabuhan. Kami turun dipertigaan Padang Bai. Lalu kami berjalan sekitar 1 km. tiba disana sekitar pukul 11 WITA.
Pelabuhan Padang Bai dan Lembar terkenal dengan calonya yang luarbiasa sangat meresahkannya. Tahun kemaren saja, kami kena tipu di 2 tempat itu. Akhirnya kami putuskan untuk menjadi “tokek budheg”. Kami cuekin aja calo-2 itu.
Kami langsung beli tiket dan lalu naik kapal ke Lombok.
Seperti biasa, kapal masih didominasi oleh turis asing yang ingin berlibur ke Lombok.
Kami tiba di pelabuhan Lembar sekitar pukul 4 sore. Tidak ada yang special untuk diceritakan.
Kami langsung naik angkutan menuju ke terminal Sweta, Mataram. Dan lagi-lagi kami mendapat kabar kalo terminal Sweta jauh lebih berbahaya, bahkan lebih berbahaya dari pelabuhan Syahbandar Lampung. Calonya sangat memaksa, dan banyak copet disana.
Kami lalu menaiki engkel (sejenis mobil colt bison) ke arah Pancor Selong, Lombok Timur.
Disana kami berkenalan dengan ibu yang sangat baik hati yang akhirnya menjadi “ibu angkat” kami selama kami di Lombok. Namanya bu Haji Ijun. Orangnya sangat baik. Sangat-sangat baik. Dari awal kenal, kami langsung diajaknya dirumahnya. Dijamunya dengan baik, bahkan ketika kami bilang kalo kami hendak ke Rinjani, beliau langsung membawakan kami bekal yang sangat banyak.
Luar biasa orang ini, pikirku. Aku sudah speakless. Aku sudah tidak bisa menghitung berapa “terima kasih” yang sudah kami ucapkan. Beliau sangat baik. Pengetahuannya sangat luas. Ketiga anaknya telah berhasil. Semuanya ada di kota-2 besar Jakarta, dan Surabaya. Lulusan ITS, dan UI. Ah pokoknya speakless. Kami tidak menyangka orang dengan penampilan sangat sederhana layaknya orang asli Lombok, namun pengetahuannya melebihi orang kota. I am really speakless.
Makna hidup no 4 : jangan melihat orang dari penampilannya.
Makna hidup no 5 : seperti kejahatan, kebaikan itu ada dimana-mana. Tinggal pilih saja, kita mau menjadi orang baik atau menjadi orang jahat.
Kami lanjutkan perjalanan sampai ke Pancor. Kerumah om Herman. Kebetulan saat itu si Capres Jusuf Kalla lagi ada disana.
Ok, ini adalah laporan keuangan selama perjalanan dari sby sampai ke Lombok.
Kereta Sby-Bwgi Rp. 19.500
Feri ke Bali Rp. 5.700
Bis ke Ubung Rp. 25.000
Angkutan ke Batu Bulan Rp. 7.000
Bis ke Padang Bai Rp. 15.000
Feri ke Lombok Rp. 31.500
Angkutan ke Sweta Rp. 15.000
Angkutan ke Pancor Rp. 10.000
Label: pariwisata
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda